6 Tahun Ladang Diambil Untuk Tambak Garam, Petani Belum Tahu Akan Dapat Berapa

oleh -2,464 views

Malaka, Sakunar — Mata wanita tua itu sayup memandang ke depan, pada dua ‘mesin penggaruk’ (baca: eksavator) sedang mengobrak-abrik tiap jengkal tanah miliknya. Tanah itu adalah nafas hidupnya. Betapa tidak, tanah itu adalah ladang yang memberinya hidup. Jagung, pisang, kacang dan berbagai tanaman bahan makanan lainnya, adalah ‘lemak’ dari tanah yang saat ini sedang diobrak-abrik untuk dijadikan tambak garam industri di Kecamatan Wewiku.

“Ini dulu kebun. Sejak almarhum suami masih hidup, kami hidup dari tanah-tanah ini. Jagung, kacang, pisang, ubi kayu. Ini makanan untuk kami dari tanah ini. Tapi sejak perusahaan datang, kami serahkan karena bilang mau bagi hasil dan kami punya anak-anak bisa kerja di situ. Maka kami kasih tanah kami untuk perusahaan. Tapi kami tunggu sudah lama  sidah mau enam tahun, sampai suami saya sudah meninggal tahun lalu  tapi tidak pernah lihat hasilnya”, kata Rosina lirih, ketika ditemui wartawan di lokasi tambak garam industri di Weseben, Sabtu (30/10/2021).

Padahal, kata janda tua ini, kewajiban atas dua bidang tanah miliknya, berupa pajak bumi dan bangunan tetap dipenuhi. “Ya, istilahnya, kami bayar pajaknya tapi orang lain yang garap tanahnya”, sambungnya kesal.

Kekesalan yang dirasakan Rosina, dirasakan juga oleh Karlus Klau, ahli waris Samuel Nahak. Dulu, selain tanaman pangan, diatas ladangnya ditanami pula tanaman umur panjang seperti kelapa dan asam. Kala itu, PT. IDK berjanji akan membayar ganti rugi atas tanaman umur panjang yang ada. Nyatanya, sampai saat ini tak ada sepeser pun yang kamj terima.

“Ada kelapa di kebun juga. PT (IDK, red) bilang mau bayar. Tapi sampai sekarang kami tidak terima apa-apa. Kami orang tidak sekolah ini mau buat bagaimana?”, kata Karlus sambil menelan ludah.

Baca Juga:  IDK Akui Panen Perdana Garam Industri Malaka Waktu Itu Kamuflase?

Dahulu, di awal kehadiran PT. IDK di wilayah tersebut dilakukan sosialisasi. Dalam sosialisasi tersebut disampaikan bahwa pemilik lahan yang produktif akan dipekerjakan PT. IDK di lokasi tersebut. “Kami pun senang sekali waktu itu, karena bisa dapat kerja di dekat rumah. Tapi baru enam bulan bekerja, kami diberhentikan tanpa diberitahu alasan yang jelas”, tambah Karlus.

Rosina Luruk, Andreas Seran dan Karlus Klau adalah sedikit dari ratusan warga Desa Weseben dan Desa Weoe yang mungkin mengalami dan merasakan hal yang sama. Mereka kecewa karena ladang mereka dan tambak  mereka tak lagi bisa menafkahi  mereka. Ladang dan Tambak mereka sudah diambil alih oleh PT. IDK untuk sebuah mega investasi: Tambak Garam Industri. Memang, dulu bersinar dalam hati mereka sebuah harapan akan kehidupan yang lebih baik, bahwa dengan menyerahkan ladang dan tambak mereka, maka mereka akan dapat banyak rupiah bagi hasil dan mereka pun bisa dapat lapangan kerja dari investasi tersebut. Tetapi itu dulu. Lama kelamaan, setelah hampir 6 tahun ladang dan tambak mereka diambil, setelah hampir 6 tahun dalam penantian tak pasti, mereka pun kecewa. Mereka kecewa karena merasa diiming-imingi kelinci plastik.

Kekecewaann mereka diungkapkan secara gamblang kepada wartawan di Weseben siang itu, Sabtu (30/10). “Andaikan dulu tidak kasi kebun ini ke PT, saat ini saya bisa jual asam”, kata Rosina Luruk. “Sekarang tempat kami cari ikan dan udang pun tidak ada lagi. Padahal, muara alam itu yang beri kami penghasilan dari tangkap ikan hingga ratusan ribu per hari”, sahut Andreas Seran. “Saya yang tidak sekolah ini sekarang pikir pendek saja. Kalau tidak ada kata sepakat, biar kami olah kembali tanah kami saja untuk kebun dan tambak”, timpal Andreas Nahak.

Baca Juga:  Akui Belum Punya Ijin, Investor Tambak Garam Malaka Dihajar Di DPRD

Apa yang dikatakan Andreas ini senada dengan pernyataan Yohanes Manek, warga Desa Alkani. Ditemui di Hanemasin, Yohanes Manek mengaku heran, lantaran tanah miliknya ‘diserobot’ PT. IDK. Yohanes mengatakan tanah miliknya diserobot karena walaupun lahan miliknya ada dalam kawasan tambak garam, tetapi namanya tidak ada dalam daftar pemilik lahan yang dipegang PT. IDK.

“Tambak saya digusur juga dan dijadikan tambak garam. Tetapi nama saya tidak ada dalam daftar pemilik lahan. Padahal tanah saya bersertifikat dan tiap tahun saya bayar pajak. Aneh, bukan? Saya tanya ke IDK, bilangnya tanah saya atas nama orang lain. Kok bisa atas nama orang lain”, tandas Yohanes kepada sakunar, Jumat malam (29/10).

Walau demikian, Yohanes mengaku mendukung langkah pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada investor untuk berinvestasi di Malaka. Hanya saja, investor harus terbuka sehingga tidak terkesan merugikan rakyat kecil.

“Pada perinsipnya kami pemilik lahan mendukung langkah pemda untuk mendatangkan investor tapi kami juga butuh kejelasan dan keterbukaan dari investor tentang sistim bagi hasilnya seperti apa? Karena sudah lebih dari 5 tahun pemilik lahan belum tahu bagian pemilik lahan berapa. Saya pribadi mau supaya sistim kerja samanya dalam bentuk kontrak saja. Kontrak itu dibuat tertulis dalam akta notaris supaya ada kekuatan hukum”, tambahnya.

Masih sama dengan Yohanes, juru bicara keluarga pemilik lahan, Angga Seran, SH minta Investor terbuka soal hak masyarakat atas tanahnya sendiri. Demikian juga, PT. IDK harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pemilik lahan selama 6 tahun diolah tanpa sepeserpun hasilnya bagi pemilik lahan.

“Kami hanya butuh kejelasan saja. Kami punya tuntutan, kalau IDK sanggupi silahkan lanjut kerja. Sebaliknya kalau IDK tidak penuhi tuntutan kami, maka jangan kerja dulu. Itu kesepakatan bersama. Kenapa belum ada kesepakatan, IDK sudah lanjut kerja lagi? Ini namanya ingkar janji  dan jangan salahkan kami kalau suatu saat kami pakai cara kami sendiri”, ujar Angga kepada sakunar di Weoe, Sabtu (30/10).

Baca Juga:  Mantan Menteri Kunjungi Tambak Garam Malaka, Pemilik Lahan Gencar Tuntut Hak

Apa yang dikatakan Angga sesuai fakta yang terpantau di lapangan. Pada 11 September 2021, para pemilik lahan memasang segel adat di lokasi tambak garam di Wewiku. Sejak saat itu, terjadi beberapa kali pertemuan antara dua pihak. Para pemilik lahan menyampaikan beberapa tuntutan sebagai syarat untuk membuka kembali segel adat tersebut. Beberapa pertemuan tersebut pun berakhir tanpa hasil, lantaran PT. IDK belum mampu memenuhi tuntutan para pemilik lahan. Tetapi entah kenapa, setelah sebulan,  PT. IDK kembali melanjutkan pekerjaan. Spontan, hal ini memantik rasa kecewa dan kian melunturkan rasa percaya pemilik lahan terhadap IDK.

Dan walau secara pribadi juga pemilik lahan turun ke lokasi dan minta pekerjaan di atas lahan miliknya dihentikan dulu, pihak IDK tidak menggubris. Seperti yang dikatakan Rosina Luruk dan Andreas Seran ketika ditemui di lokasi tambak garam. “Kami sudah minta untuk jangan korek kami punya tanah dulu sampai jelas kesepakatan, tapi kami tidak dihiraukan”, kata Rosina Luruk.

Pihak PT. IDK melalui Sang Putu Mahardika berkilah, pihaknnya kembali melanjutkan pekerjaan atas kesepakatan bersama pemilik lahan.

Kalau sudah begini, apa yang bisa diharapkan seorang rakyat kecil? Menunggu hadirnya sebuah kebijakan dari Pemerintahnya. Sebuah kebijakan yang bisa memulihkan rasa kecewanya. Sebuah kebijakan yang bisa membangkitkan kembali rasa percayanya terhadap mega investasi ini. Tetapi itu tak kunjung datang menyejukkan hati mereka.*(JoGer/Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.