Malaka, sakunar — Adanya persoalan batas lahan yang dijadikan salah satu alasan keterlambatan pembangunan gedung Rumah Sakit (RS) Pratama Malaka di Desa Lamea, Kecamatan Wewiku dibantah.
Padahal Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malaka, dr. Sri Charo Ulina menyebut persoalan batas lahan sebagai salah satu kendala yang menyebabkan keterlambatan pembangunan RS Pratama tersebut.
“Faktor batas lahan masih menjadi persoalan hingga akhir November”, tulis dr. Sri Charo Ulina melalui pesan WhatsApp, Kamis (04/01/2024).
Pertanyaannya, bagaimana masih ada persoalan batas lahan ketika pekerjaan ssdang berjalan? Padahal, sejak awal sudsh dijelaskan bahwa masalah lahan sudah clear sehingga memenuhi syarat untuk pembangunan RS Pratama di lokasi tersebut.
“Saya jadi nggak (tidak, red) enak, tapi itu batas lahan yang tadi di depan. Makanya itu baru digali. Baru November,,” jelas Alex Manurung, Site Manager PT Multi Medika Raya, Jumat (12/01/2024).
Alex menjelaskan hal tersebut di hadapan Komisi III DPRD Kabupaten Malaka, saat kunjungan kerja (kunker) Komisi III di lokasi pembangunan gedung RS Pratama tersebut.
Lalu, sejauh mana persoalan batas lahan itu menghambat pekerjaan? Alex mengatakan, bahwa itu bukan rananya untuk menjelaskan, karena dirinya hanya bisa menjelaskan hal-hal teknis.
Dalam kesempatan yang sama, Yanuarius Klau dari CV Disen Consultan selaku konsultan pengawas mengakui adanya persoalan batas lahan, yang menyebabkan keterlambatan.
“Jadi begini, itu yang di depan itu kita belum gali karena keterbatasan lahan. Kita punya material dong ini awal-awalnya tertumpuk di situ. Jadi aktivitas Eksa, mixer butuh akses,” jelas Yanuarius.
“Terhambat lagi dengan itu, tanah sepotong itu, yang diujung itu, bilangnya masuk di tuan tanah punya tanah, makanya kita pending sementara untuk pihak dinas selesaikan dulu,” lanjut dia.
Namun, argumentasi terkait adanya persoalan batas lahan sebagai salah satu kendala yang menyebabkan keterlambatan pembangunan RS Pratama dibantah oleh pemilik lahan.
Dia adalah Wilibrodus Klau, warga Desa Lamea, yang diketahui sebagai pemberi hibah tanah seluas 2,37 hektar (bukan 3 hektar) untuk pembangunan gedung RS Pratama tersebut.
Ditemui Komisi III usai berkunjung ke lokasi pembangunan RS Pratama, Jumat (12/01/2024), Wilibrodus membantah adanya persoalan batas lahan.
“Tidak ada masalah. Siapa yang bilang ada masalah, bisa bertemu dengan saya,” ungkap Wilibrodus.
Wilibrodus mengatakan, sejak awal dirinya telah menyerahkan tanah kepada pemerintah dan tidak ada persoalan sejauh ini.
“Saya memberikan (tanah) kepada pemerintah, untuk pelayanan kepada masyarakat. Dan memang tidak ada masalah,” jelas Wilibrodus.
Wilibrodus mengaku, dirinya selaku pemilik lahan pun tidak pernah menghalangi proses pekerjaan di lapangan. Ia juga mengaku, sejauh pengamatannya, pekerjaan di lapangan tidak pernah terhenti, selain libur Natal dan Tahun Baru.
“Tidak pernah saya pergi tahan bilang berhenti kerja. Karena itu saya tidak mau disudutkan (disalahkan, red),” kata dia.
Eus Klau, salah satu ahli waris pemilik lahan juga membantah adanya persoalan batas lahan, yang disebut sebagai salah satu alasan keterlambatan pekerjaan.
“Kalau yang dimaksud adalah batas dengan lahan kita yang di depan itu, tidak,” ungkap Eus Klau.
Eus malah menuding pihak pelaksana proyek yang melakukan kekeliruan, karena membangun Manager Kit pada bagian depan proyek, yang menjadi satu-satunya akses keluar masuk.
Mendapatkan penjelasan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Malaka, Hendri Melki Simu menduga, pernyataan soal adanya kendala batas lahan adalah alasan yang mengada – ada.
Ketua Komisi III menduga, alasan tersebut tidak masuk akal. Sebab jika yang dipersoalkan adalah bagian depan bangunan, seharusnya pelaksana bisa mengerjakan hal lain terlebih dahulu.
Apalagi, kata dia, persoalan lahan ini adalah salah satu syarat pemindahan lokasi pembangunan RS Pratama dari Kecamatan Laenmanen ke Wewiku.
“Dulu bilang (lahan) sudah clear. Kenapa pekerjaan sudah terlambat baru muncul alasan bilang ada persoalan batas lahan?”, ujar Hendri Melki Simu.
Hal senada dikatakan Anggota Komisi III, Raymundus Seran Klau. Karena itu, Raymundus mengingatkan semua pihak yang bertanggung jawab atas pekerjaan gedung RS Pratama agar tidak membuat pernyataan ‘Ini Budi’.
Sebab, kata dia, menyebut persoalan batas lahan sebagai kendala akan mengingatkan kembali pada salah satu alasan mengapa lokasi RS Pratama dipindahkan dari Kecamatan Laenmane ke Wewiku, yakni persoalan lahan.
“Kalau dikatakan ada masalah batas tanah, sesungguhnya itu tidak masuk akal. Kalau dijadikan itu sebagai masalah, itu nanti tambah rumit. Itu namanya ini budi: ini bunuh diri,” ungkapnya.
Diketahui, pembangunan gedung RS Pratama senilai Rp44.950.000.000 belum rampung hingga batas kontrak 31 Desember 2023. Akibatnya, kontraktor pelaksana diberi kompensasi waktu selama 90 hari kalender.*(JoGer)