Saksi Ahli: Penyelenggara Tidak Boleh Buat Prosedur Yang Menyesatkan Pemilih

oleh -2,870 views

JAKARTA – Penyelenggara Pemilu harus terbebas dari berbagai kepentingan guna menjaga independensi lembaga. Dalam penyelenggaraan tugasnya, penyelenggara pemilu harus didasarkan pada asas jujur dan adil (jurdil) serta mandiri  dalam rasionalitas nilai. Asas pemilu tersebut harus pula berfungsi dan difungsikan sebagai alat ukur dari dilaksanakannya aturan pemilihan umum atau kepala daerah (pilkada).

Demikian diungkapkan Saksi Ahli Sengketa Pilkada Malaka, Bernard L. Tanya dalam persidangan pembuktian Sengketa Pilkada Malaka, Selasa (23/02/2021). Pakar Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang tersebut menyampaikan hal itu terkait Permohonan Nomor 24/PHP.BUP-XIX/2021, Sengketa Pilkada Malaka.

Menurut Bernard, dalam filsafat hukum asas jurdil dan mandiri tersebut menjadi ukuran dari kenormalan dan ketidaknormalan pilkada. Apabila penyelenggara mengabaikan asas-asas tersebut, berarti sama saja dengan mengabaikan seluruh aturan pilkada.

Baca Juga:  Sidang Sengketa Pilkada Malaka; Saksi Yang Mengaku Masyarakat Biasa Ternyata Seorang ASN

“Bahwa asas luber adalah nilai yang dalam menentukan pimpinan tanpa adanya tekanan dan rekayasa. Sehingga tidak boleh ada prosedur yang dibuat oleh penyelenggara pemilihan yang menyesatkan pemilih. Sedangkan asas jurdil adalah, nillai yang menjamin segala sesuatu benar dilakukan sebagai hal yang harus taat sesuai aturan. Hal ini hrs dijamin tak ada rekayasa bagi pemilih”, ujar Bernard.

Sementara, menanggapi pertanyaan Kuasa Hukum Pemohon, Yafet Yosafet Risy terkait ditemukannya NIK siluman dalam DPT, Bernard berpendapat bahwa seluruh proses dalam rangkaian penyelenggaraan pemilihan dari hulu hingga hilir harus berjalan sesuai aturan dengan penuh integritas.

Sebagaimana diketahui, Nomor Induk Kependudukan (NIK) Siluman dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah salah satu point yang didalilkan Pemohon dalam gugatannya. Salah satu saksi fakta yang dihadirkan Pemohon, Agustinus Robianto Mau dalam persidangan tersebut mengungkapkan, dirinya bersama beberapa rekan melakukan sinkronisasi DPT dengan Database Kependudukan. Dirinya mengaku, sinkronisasi tersebut dilakukan atas perintah atasannya, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DisDukcapil).

Baca Juga:  DPT 193 TPS Di Malaka Memuat 1.239 Nomor KK Sama Dengan Alamat Beda

“Ketika melakukan sinkronisasi tersebut ditemukan adanya 2.362 NIK yang tidak terdaftar dalam database kependudukan. Jumlah tersebut tersebar di 44 desa dari total 127 desa yang ada di 12 kecamatan”, ujar Agustinus.

Pada kesempatan yang sama, Pemohon menghadirkan sejumlah saksi, di antaranya Yohanes Germanus, Agustinus Dakrus, dan Fridus Nahak. Dalam kesaksian Agustinus Dakrus yang berprofesi sebagai staf operator Disdukcapil mengatakan dirinya menemukan 2.363 NIK siluman saat melakukan sinkronisasi untuk keperluan pilkada.”Kriteria sebuah NIK siluman adalah ketika diinput maka tidak terdata. Dalam pendataan ini, jumlah 2.363 NIK tersebut tersebar pada 44 desa dari 127 desa pada 12 kecamatan,” saksi Agustinus.

Baca Juga:  Kuasa Hukum SBS-WT Sebut Kadis Dukcapil Keliru Soal DPT Yang Diterima Dari SBS

Mengenai NIK siluman tersebut, Kuasa Hukum Pemohon mengatakan terdapat pelanggaran bersifat sistematis. Hal ini ditemui dalam jumlah yang cukup besar dan tersebar pada hampir seluruh TPS di 12 kecamatan di Kabupaten Malaka dengan menggunakan beberapa modus.

Sebagai ilustrasi, Kuasa Hukum menyebutkan pola rekayasa yang dilakukan KPU Kabupaten Malaka (Termohon) adalah memodifikasi identitas pemilih siluman, seperti Nama, NIK, NKK, tanggal dan bulan lahir, serta alamat. Sehingga pemilih siluman tersebut dapat diterima dalam sistem pendaftaran pemilih.*(BuSer, Sumber: Humas MKRI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.