Tiga terminologi dalam judul di atas merupakan tiga hal berbeda. Kota Betun adalah ibu kota Kabupaten Malaka. Sedangkan Sampah dan Traffic Light atau lampu merah adalah Dua fenomena kasat mata yang dapat dilihat dengan gamblang ketika saya masuk ke Kota Betun, Kamis (21/10/2021).
Empat sisi Lapangan Umum Kota Betun, tampak rerumputan liar tumbuh subur. Sampah menumpuk dan bersebaran dimana-mana. Aroma tak sedap tercium dari dalam got yang berair hitam dengan timbunan dampah di dalamnya.
Salah satu ruas aspal yang dibor 04 Oktober lalu untuk pemasangan traffic light. Foto: sakunar (21/10/2021)
“Pemandangan seperti ini sudah biasa di Kota Betun dalam beberapa bulan terakhir. Tidak kelihatan lagi petugas kebersihan. Kalau tidak salah sejak Bulan Juni”, ujar warga Kota Betun yang minta namanya tidak disebutkan.
“Kadang-kadang ada beberapa orang yang kerja, bilangnya relawan. Tapi sudah lama tidak lihat mereka kerja lagi. Tidak tahu kenapa. Herannya kenapa pemerintah tidak segera rekrut tenaga kebersihan”, timpal warga lainnya.
Tinggalkan sampah, kita coba meliihat traffic liight atau lampu merah. Traffic light ini pun merupakan sebuah trending topic di Kabupaten Malaka. Gegaranya, Bupati dan Wakil Bupati saat ini memasukkan pemasangan lampu merah ini sebagai salah satu capaian 100 hari kerja yang berakhir pada 04 Oktober silam. Media massa pun memberitakan bahwa pemasangan lampu merah di 2 persimpangan jalan di Kota Betun adalah sebuah prestasi.
Saya dan seorang rekan jurnalis dari Kota Provinsi yang kebetulan mampir di Kota Betun hari ini menuju ke dua titik yang dimaksud sebagai tempat pemasangan traffic light. Tapi kami tidak menemukan apa-apa di sana selain luka bor yang merusak aspal di empat jalur pada masing-masing titik. Tidak ada tanda-tanda bahwa proses pekerjaan atau pemasangan lampu sedang berjalan.
Got berair dan bersampah di salah satu sudut Kota Betun. Foto: Sakunar (21/10/2021)
Dari masyarakat sekitar kami memperoleh informasi, bahwa pemboran aspal dilakukan pada hari Senin, 04 Oktober, pada hari dimana Bupati mengumumkan capaian 100 hari kerja.
“Kalau tidak salam sudah lama (dibor, red). Sepertinya pas waktu Bupati buat jumpa pers 100 hari kerja. Hampir satu bulan sudah. Setelah itu tidak lihat lagi orang kerja”, ujar warga yang minta namanya tidak ditulis, ketika ditemui ditemui di Simpang Beiabuk, Kamis siang (21/10/2021).
Hal senada diungkapkan warga lain yang ditemui di Simpang Kantor Camat Malaka Tengah. Warga ini menduga, pemerintah daerah telah berusaha melakukan pembohongan publik. Dirinya menduga, pemboran aspal sengaja dilakukkan untuk mengelabui publik bahwa program 100 hari kerja berhasil.
Terkait sampah dan pemasangan lampu merah sebagai bagian dari program 100 hari kerja ini, dinas teknis di lingkup Pemda Malaka belum berhasil dikonfirmasi.*(sakunar)