Malaka, Sakunar — Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) atas nama RF, yang diajukan Dalam sidang sengketa Tanah di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah berisi data kependudukan yang tidak benar. Oleh karena itu, E-KTP tersebut dikategorikan sebagai Kartu Tanda Penduduk Elektronik Palsu.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH, ketika dikonfirmasi Sakunar, Selasa (31/08/2021).
“Datanya tidak benar. Jadi KTP El (KTP Elektronik, red) palsu”, tulis Prof. Zudan dalam Pesan WhatsApp kepada Sakunar usai memeriksa data dalam E-KTP RF. (Catatan: Untuk kepentingan jurnalistik, Redaksi Sakunar memperoleh foto E-KTP RF dari nara sumber. Fotoi E-KTP tersebut kemudian digunakan redaksi untuk mengecek kebenaran informasi dari nara sumber).
Karena E-KTP tersebut palsu, apakah ada sangsi hukum bagi pemegang dan pembuat E-KTP palsu tersebut? Prof. Zudan mengungkapkan bahwa sangsi hukum tersebut setelah melalui pembuktian di Pengadilan.
“Harus ada pembuktian di pengadilan”, tulis profesor Zudan.
Melansir dindukcapil.rembangkap.go.id, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, SH., MH dalam artikel berjudul: “Dirjen Dukcapil Tegaskan Pemalsuan KTP-el Merupakan Tindakan Pidana” menegaskan, Tindakan pemalsuan itu sesungguhnya merupakan tindakan pidana.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan pun telah di atur jelas. Dalam Pasal 94 huruf a UU tersebut, misalnya, diatur tentang sanksi pidana bagi orang yang memerintahkan dan atau memfasilitasi dan atau melakukan nanupulasi data kependudukan.
Begini bunyi lengkap Pasal 94 huruf a tersebut: “Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000”.
Sedangkan pada huruf c diatur: “Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000”.
Jadi, apakah ada sangsi hukum bagi pemegang dan pembuat E-KTP atas nama RF yang diduga kuat paslu tersebut? Harus melalui pembuktian di Pengadilan. Dan kasus ini sedang dalam Penyidikan Polres Malaka.*(BuSer)