Malaka, Sakunar — Tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan E-KTP di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, FR mengaku tidak tahu-menahu soal pemalsuan identitas masyarakat atas nama RF. Karena sebagai kepala dinas, FR mengaku tidak bersentuhan dengan administrasi.
Pengakuan tersebut disampaikan FR melalui Kuasa Hukumnya, Melkianus Contarius Seran, SH, MH. Seran mengatakan hal itu ketika dikonfirmasi Sakunar melalui sambungan Telepon Selulernya, Kamis pagi (23/09/2021)
“Saya lihat, pasal yang disangkakan kepada klien saya adalah Pasal 94 (UU Administrasi Kependudukan). Kalau mau dibaca secara teliti maka unnsur-unsur yang disangkakan itu tidak ada pada Klien saya. Namanya kepala kan tidak bersentuhan langsung dengan administrasi. Kalaupun toh ada tanda tangan beliau secara elektronik, itukan perintah undang-undang, bahwa kepala wajib tanda tangan”, ujar Seran.
Seran juga menilai, dari segi motivasi pun, tuduhan pemalsuan KTP yang dikenakan kepada FR sangat jauh, karena RF yang KTPnya diduga dipalsukan adalah penggugat intervensi, yang nota bene merupakan lawan FR dalam perdata sengketa tanah.
“Bagi saya terlalu jauh, karena dokumen yang dimaksud adalah yang digunakan oleh penggugat intervensi dalam perkara perdata sementara berjalan yang disidangkan di PN atambua. Penggugat intervensi itu juga lawan klien saya. Kalau itu dilakukan sama arti membunuh diri”, tandasanya.
Karena itu, dirinya menilai, sedang ada penggiringan opini agar bisa menyeret FR sebagai tersangka.
Terpisah, Penggugat dalam kasus perdata sengketa tanah maupun Pidana dugaan pemalsuan KTP, WBN melalui kuasa hukumnya membantah keras tudingan penggiringan opini tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Silvester Nahak, SH, WBN menegaskan, pihaknya tidak sedang menggiring opini agar bisa menyeret FR sebagai tersangka.
“Kami tidak sedang menggiring opini. Tetapi bahwa ini adalah fakta hukum yang tidak bisa dipungkiri oleh umum. Karena beliau menjabat sebagai kepala dinas, yang mana sekarang sistem penerbitan Kartu Keluarga dan KTP dilakukan secara elektronik sehingga tanda tangan beliau sudah menjadi satu kesatuan dengan sistem yang ada. Sehingga aneh juga kalau dikatakan beliau tidak terlibat atau tidak bersentuhan dengan penerbitan KK dan KTP”, ujar Nahak melalui sambungan telepon selulernya.
Karena alasan tersebut, maka Nahak menilai, pernyataan bahwa FR selaku kadis tidak bersentuhan dengan administrasi keliru. “Karena Tandatangannya sudah menjadi satu kesatuan dengan sistem maka saya kira keliru juga statemen bahwa FR tidak bersentuhan dengan administrasi. Jangan cuci tangan”, lanjutnya.
Sementara, terkait hubungan FR dengan RF sebagai lawan dalam kasus sengketa tanah, Nahak menjelaskan bahwa secara formal memang demikian. Tetapi bahwa secara kekerabatan, FR dan RF terdapat hubungan kekerabatan yang bisa saja menjadi jalan bagi FR untuk memfasilitasi penerbitan E-KTP yang diduga palsu tersebut.
“Pernyataan bahwa FR tidak bisa menerbitkan KTP kepada pihak intervensi yang juga adalah lawannya dalam perkara ini. Memang secara formal penggugat intervensi melawan juga FR dan kawan-kawan. Tetapi jika disimak secara teliti, sesuai fakta yang terungkap di persidangan, ternyata FR dan RF yang identitasnya dipalsukan dalam tindak pidana ini memiliki hubungan erat. Yakni, suami FR, yaitu YF memiliki adik kakak kandung dengan mertua FR yaitu MM. Bisa jadi, karena hubungan kekerabatan ini maka proses penerbitan KK dan KTP atas nama RF menjadi lancar. Bisa kita bandingkan dengan proses KTP bagi masyarakat lain”, tandas Nahak.
“Bahwa operator sebagai penginput data punya Username dan Pass Word, demikian juga Kepala Dinas juga punya User Name dan Pass Word. Setiap perubahan data pada dokumen kependudukan, baik KK, KTP, dan lain-lain harus diaprove oleh Kepala Dinas. Jadi tidak ada alasan untuk mengelak”, tegasnya.
Nahak juga menilai, bahwa keterlibatan FR dalam kasus ini berkaitan dengan jabatannya sebagai kepala dinas, yang didalamnya tandatanganya sudah menjadi satu kesatuan dengan sistem yang ada.
“Maka penerapan Pasal 94 UU Administrasi Kependudukan sangat tepat. Karena di dalamnya ada unsur-unsur, yaitu unsur memerintah, unsur memfasilitasi dan unsur memanipulasi. Maka kalau bilang FR tidak bersentuhan dengan administrasi boleh-boleh saja, tapi faktanya akan kita lihat di persidangan nanti”, tutupnya.*(BuSer)