Malaka, Sakunar — Kuasa Hukum Penggugat dalam Sengketa Tanah di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengungkap motivasi Tergugat FR selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kadis Dukcapil) memalsukan KTP atas nama RF.
Adapun motivasi atau tujuan dari pemalsuan dokumen kependudukan tersebut adalah untuk membenarkan keterangan saksi. Keterangan saksi dimaksud adalah saksi yang diajukan Penggugat Intervensi atas nama DKTS.
Kuasa Hukum Penggugat, Silvester Nahak, SH mengungkapkan hal tersebut kepada Sakunar di Betun, Jumat (27/08/2021).
“Substansi atau tujuan dari pemalsuan KTP adalah untuk melegalkan atau membenarkan bahwa RF adalah benar-benar anak dari Slomon Seran Tahu Taek dan Maria Bete Ulu
Akan tetapi itu tidak benar”, ungkap Silvester.
Padahal, menurut dia, keterangan-keterangan yang disampaikan para saksi dibawah sumpah di depan persidangan menyebutkan bahwa Slomon Seran Tahu Taek dan Maria Bete Ulu tidak mempunyai anak dalam perkawinannya. Bahwa dalam persidangan, hanya satu saksi saja, yakni DKTS yang menyebutkan bahwa Slomon Seran Tahu Taek dan Maria Bete Ulu punya anak.
Bahwa Slomon Seran Tahu Taek dan Maria Bete Ulu tidak mempunyai anak, ini telah diterangkan oleh keterangan dari saksi-saksi, baik yang diajukan oleh penggugat maupun yang diajukan oleh tergugat. Saksi-saksi Penggugat yang mengungkapkan itu adalah FS, PBN, EBT dan HS. Keterangan mereka ini didukung oleh saksi-saksi yang diajukan Tergugat, yaitu RH, SKB dan MS.
“Saksi-saksi, baik yang diajukan Penggugat maupun Tergugat sama-sama telah menerangkan dibawah sumpah di depan sidang bahwa Slomon Seran Tahu Taek dan Maria Bete Ulu dalam perkawinannya tidak mempunya anak. Hanya satu orang saksi saja, yaitu DKTS yang menerangkan bahwa itu punya anak”, ungkap Silvester.
“Nah, Oleh karena itu tidak benar maka keterangan yang diajukan penggugat intervensi, yakni salah satunya, DKTS, yang diiungkapkan dibawah sumpah di depan sidang adalah keterangan palsu. Karena Slomon Seran Tahu Taek dan Maria Bete Ulu dalam perkawinan mereka tidak mempunyai anak”, lanjut dia.
Keterangan DKTS tersebut, tambah Silvester, jika dihubungkan dengan pemalsuan KTP maka keterangan tersebut adalah palsu.
“Nah, keterangan palsu itu telah diatur di dalam KUHP Pasal 242, yang berbunyi barangsiapa memberikan keterangan dibawah sumpah di depan pengadilan atau di depan hakim tetapi ternyata keterangan itu tidak benar maka dia dikenakan sangsi pidana berupa hukuman penjara 7 tahun”, demikian Silvester.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Malaka, FR dilaporkan ke Polres Malaka terkait dugaan pemalsuan dokumen E-KTP. Bersama FR dilaporkan juga dua orang lain, yakni RF dan MEAU.
Dugaan pemalsuan dokumen tersebut bermula dari sidang sengketa tanah yang ditanganinya sebagai kuasa hukum penggugat, WBN. Dalam kasus perdata tersebut FR merupakan Tergugat. Sedangkan RF dan MEAU adalah Penggugat Intervensi.
Dalam persidangan kasus perdata tersebut, kami mencurigai bahwa KTP atas nama RF yang dihadirkan sebagai barang bukti tidak asli alias palsu. Maka, setelah dapat ijin resmi dari Pemerintah Kabupaten Malaka kamii cek kebenaran identitas RF di server Dinas Dukcapil. Dan ditemukan NIK yang tertera dalam KTP RF tersebut milik orang lain. Dalam KTP RF yang dijadikan bukti tertulis bahwa RF lahir di Laran, 01 Juli 1940 dengan NIK 5304194107620030. Sedangkan di server tercatat bahwa pemilik NIK 5304194107620030 tersebut adalah RL dengan TTL Builaran, 01 Juli 1962″.
Dugaan pemalsuan KTP ini telah dilaporkan ke Polisi dan sedang dalam penyelidikan oleh aparat kepolisian Polres Malaka.
Sementara, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil belum berhasil dikonfirmasi Sakunar.*(BuSer)