Sakunar — Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek rumah bantuan seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Gabriel Seran diduga berbohong soal deadline (batas waktu) kontrak kerja kontraktor pelaksana.
Diketahui, PPK yang juga mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalak BPBD) Kabupaten Malaka ini bersih keras pada pendiriannya bahwa proyek rumah bantuan seroja tidak punya batas waktu, tetapi mengikuti masa transisi ke pemulihan.
Diketahui, PPK proyek rehab 3.118 unit rumah ini tetap ngotot bertahan pada pendiriannya ini, walaupun Plt Kalak BPBD, Rocus Gonzales Funay Seran sudah membantah dengan mengatakan bahwa proyei ini tunduk pada ketentuan pengadaan barang/jasa, artinya mengatur jumlah hari kalender yakni 150 hari kalender atau 5 bulan.
Kemudian, terungkap pula bukti dokumen kontrak kerja Konsultan Pengawas yang memuat batas kontrak kerja selama 150 hari kalender.
Dengan demikian, patut diduga bahwa PPK yang juga mantan Kalak BPBD, Gabriel Seran berbohong soal batas kontrak kerja ini, dan dengan demikian patut diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk melindungi pihak tertentu yang tidak menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Tindakan ini merupakan indikasi korupsi, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Dugaan adanya tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh PPK ini kian kuat, ketika ditemukan fakta lain, bahwa sekitar awal September 2022, Gabriel Seran sendiri pernah menyebut batas waktu kontrak kerja kontraktor pelaksana rumah bantuan seroja.
Hal tersebut diungkapkan PPK, Gabriel Seran dalam sebuah rapat bersama konsultan pengawas dan para kontraktor pelaksana. Rapat tersebut diabadikan dan diunggah ke akun youtube Bidik News Tv 11 bulan, sebagaana dilihat sakunar.com pada Sabtu (12/08/2023).
Dalam rapat tersebut, PPK, Gabriel Seran sempat berbicara keras kepada kontraktor yang belum menyelesaikan pekerjaan.
“Kita diburu oleh batas waktu. Ini bukan kerja kita punya rumah pribadi jadi tidak ada batas waktu,” tegas Gabriel Seran.
Lebih lanjut, Gabriel Seran kemudian menyebut tanggal batas waktu perjanjian kerja dengan kontraktor pelaksana.
“Oleh karena itu sesuai perjanjian kerja sama kita, perjanjian kerja sama kita adalah 26 Oktober. Tetapi sesuai kesepakatan dari pemerintah pusat, untuk proses bantuan yang lainnya, maka tanggal 30 September kita 16 kabupaten/ kota lakukan serah terima simbolis,” jelas Gabriel.
Pernyataan Gabriel tersebut disampaikan sekitar awal Septembet 2022. Maka 26 Oktober yang dimaksud sebagai batas perjanjian kerja tersebut adalah 26 Oktober 2022.
Pertanyaan besar, bagaimana bisa dari mulut yang sama keluar 2 pernyataan yang saling bertentangan? Bilang bataa waktu perjanjian kerja 26 Oktober 2022, kemudian bilang lagi bahwa tidak ada batas kontrak kerja?
Kita berpegang pada pernyataan terdahulu bahwa batas kontrak kerja atau perjanjian kerja adalah 26 Oktober 2022. Ini lebih masuk akal jika disinkronkan dengan kontrak kerja konsultan pengawas.
Maka, pekerjaan yang masih tertunggak sampai sekarang harusnya dikenai sanksi keterlambatan sesuai ketentuan barang/jasa pemerintah. Sayangnya, sanksi ini diduga kuat tidak dikenakan pada kontraktor yang dinilai gagal alias tidak mampu lantaran sengaja dilindungi PPK dengan dalil bahwa tidak ada batas kontrak dalam proyek rumah bantuan seroja.
Sampai disini, PPK yang juga Kepala BPBD sejak awal proyek ini bergulir hingga 21 Juni 2023, diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi, yakni menyalahgunakan kewenangannya sebagai PPK dan Kepala BPBD untuk memperkaya pihak tertentu dan merugikan negara.*(JoGer/Tim)