Kupang, Sakunar – Kebijakan Komisaris Bank NTT diduga melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum dan masuk dalam kategori korupsi. Kebijakan dimaksud adalah penerbitan Surat Keputusan (SK) Nomor 01.A Tahun 2020 tentang penetapan honorium untuk tim uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) bagi calon pejabat pada Bank NTT. Karenanya, Aparat Kepolisian Daerah (Polda) NTT diminta melakukan penyelidikan terhadap kasus pemberian honor tersebut.
Demikian kesimpulan penilaian Ketua Amman Flobamora, Roy Watu dan Ketua Kompak, Gabriel Goa serta Ketua Satgas Anti Korupsi Partai Golkar NTT Kasmirus Bara Bheri, S.H kepada tim media ini, yang diterima via pesan WhatsApp/WA, Selasa (24/5/22) kemarin. Para aktivis anti korupsi ini menegaskan bahwa kebijakan penerbitan SK Nomor 01.A Tahun 2020 tersebut telah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum dan masuk dalam kategori korupsi.
Menurut Roy Watu, sebagai Komisaris Utama mestinya memahami bahwa di dalam Peraturan OJK nomor 55 /POJK.03/2016 pasal 31 jelas-jelas telah mengatur bahwa Dewan Komisaris wajib memastikan penerapan Tata Kelola yang baik terselenggara dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Bahwa dalam Pasal 2, yaitu Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lanjut Roy Watu, Dewan Komisaris wajib mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank.
“Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Komisaris dilarang ikut serta dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali Penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum; dan hal–hal lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar Bank atau peraturan perundang-undangan,” paparnya.
Pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank oleh Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kata Roy Watu, merupakan bagian dari tugas pengawasan oleh dewan komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung jawab Direksi atas pelaksanaan kepengurusan Bank.
Roy Watu berpendapat, proses hukum sejumlah kasus di Bank NTT saat ini perlu dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan nasabah karena nasabah adalah urat nadi atau aset perbankan yang sangat penting.
“Saya tegaskan bahwa perilaku korupsi di perbankan memang tidak baik dan harus segera diatasi, karena jika satu bank kolaps maka bisa berimbas kepada bank lain dan berpengaruh terhadap perekonomian nasional,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan juga oleh Ketua Kompak, Gabriel Goa. Penasihat Padma Indonesia ini meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan menetapkan sanksi terhadap Komisaris Utama Bank NTT karena telah melanggar peraturan perundang-undangan. Menurutnya, Komut Bank NTT diduga telah melanggar Pasal 108 yang telah mengatur bahwa dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
“Juga pasal 113 telah mengatur Ketentuan tentang besarnya gaji ata honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan dalam RUPS. Sehingga SK tersebut telah melanggar peraturan OJK,” tegasnya.
Proses Hukum
Sementara itu, Ketua Satgas Anti Korupsi Partai Golkar NTT Kasmirus Bara Bheri, S.H menegaskan kebijakan atas SK nomor 01 A tahun 2020 tersebut telah melanggar aturan OJK sehingga perilaku tersebut dapat dikategorikan perbuatan menguntungkan diri sendiri secara ilegal dengan menabrak aturan.
“Oleh karena itu, saya minta agar Polda NTT segera mengambil langkah untuk melakukan penyelidikan terkait pembayaran honorarium komisaris yang melanggar aturan OJK tersebut,” tandasnya.
Proses penyelidikan, kata Kasmirus, penting dilakukan agar publik mengetahui motif pelanggaran SK Nomor 01 A tahun 2020 tentang penetapan honorium yang melanggar peraturan OJK. Menurut politisi partai Golkar ini, performance Bank NTT dihadapan publik NTT saat ini menyatuh dengan tindakan kekerasan dan KKN. Hal ini, kata dia, tentu sudah di luar prinsip pelayanan dalam dunia perbankan.
“Jika apa yang telah diutarakan pak Amos Corputty, salah satu pemegang saham bahwa komisaris utamanya kurang paham tentang tugas pokok sebagai seorang komisaris sehingga saat ini tugas operasional yang harus di laksanakan oleh direksi juga diserobot dan intervensi, itu benar adanya. Maka hal ini patut disayangkan karena hal ini sungguh diluar prinsip perbankan,” tandasnya.
Menurut Kasimirus, kuatnya intervensi Komisaris Utama dalam urusan manajemen Bank NTT jika tidak segera diatasi, maka manajemen Bank NTT akan kacau balau.
“SK nomor 01 A tahun 2020 di atas adalah salah satu tindak kejahatan yang telah muncul kepermukaan, dan jika suasana ini terus dibiarkan maka kebangkrutan Bank NTT akan bernasib sama seperti maskapai penerbangan Trans Nusa yang mana saat itu saudara Juvenile Jodjana yang saat ini menjadi Komisaris Utama Bank NTT pernah menjabat sebagai Presiden Direktur TransNusa Aviation Mandiri,“ paparnya.
Komisaris Utama Bank NTT, Juvenile Djojana yang dikonfirmasi tim media ini pada senin (23/05/2022) pukul 07.03 WITA memblokir nomor tim media ini.
Tim media ini pada hari yang sama Senin (23/05/2022) pukul 07.06 WITA pun kembali mengkonfirmasi ibu Treacy humas Bank NTT. Namun pihak humas Bank NTT tidak memberi jawaban/bantahan/klarifikasi tetapi pada pukul 07.39 WITA, ada pesan WA masuk dari Ibu Treacy yang isinya Salam kenal dan mengirim stiker/ gambar bank NTT.
Diberitakan sebelumnya, mantan direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Amos Corputty yang saat ini menjadi seorang Pemegang Saham Seri B Bank NTT, mendesak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan para Bupati/Walikota se-NTT sebagai pemegang saham untuk segera mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) Bank NTT untuk mencopot Komisaris Utama, dan seluruh jajaran Komisaris Bank NTT karena diduga telah mengintervensi tugas operasional Direksi Bank NTT.
Pernyataan itu disampaikan Corputty dalam diskusi terkait Bank NTT di Whats App Group (WAG) Amman Flobamora beberapa hari lalu. Berikut kutipan cuitan Corputty :
“Saat ini Direksi adalah orang profesional perbankan dari dalam Bank NTT, tapi sayang, Komisaris utama-nya kurang paham tentang tugas pokok sebagai seorang komisaris sehingga yang terjadi saat ini tugas operasional yang harus dilaksanakan oleh Direksi juga dia serobot dan interfensi”.
“Contoh, buat SK 01 A untuk terima honor ratusan juta untuk dirinya, campur tangan dalam urus kredit, angkat diri sendiri sebagai penanggung jawab kantor cabang Surabaya, dll”.
“Ini kan orang yang tidak paham tentang tugasnya yang menganggap Direksi sebagai bawahannya. Padahal tugasnya adalah hanya untuk mengawasi tapi sudah ikut bermain dalam kegiatan operasional, jadinya rusak”.
“Jadi harap supaya Bapak Gubernur sebagai PSP (Pemegang Saham Pengendali, red) dan para Bupati dan Walikota sebagai pemegang saham untuk segera memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya, termasuk komisaris lainnya karena tidak bermanfaat lagi bagi Bank NTT”.
“Karena itu, harap supaya dapat laksanakan RUPS LB untuk memberhentikan yang bersangkutan dan memilih dengan orang profesional yang mengerti, memahami, untuk mengelolah Bank dengan benar. Terima kasih. Untuk kebaikan Bank NTT,” tulis Corputty.
Amos Corputty yang dikonfirmasi per telepon, membenarkan adanya cuitannya di WAG tersebut. Ia pun mempersilahkan tim media ini untuk memberitakan cuitannya tersebut dalam kapasitasnya sebagai seorang pemegang saham Seri B Bank NTT.
Corputty menjelaskan, dalam RUPS Bank NTT beberapa waktu lalu yang diikutinya secara daring, Ia meminta kesempatan kepada PSP, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk berbicara. Namun ia tidak diberi kesempatan untuk bicara oleh PSP.
“Saat itu saya ikut RUPS secara daring dari Yogyakarta. Saya minta untuk berbicara tapi PSP yang memimpin rapat mempersilahkan saya untuk berbicara terakhir setelah para bupati/walikota berbicara. Namun setelah para bupati/walikota berbicara, PSP tidak memberikan kesempatan kepada saya. PSP langsung menutup RUPS. Lalu PSP mengatakan, nanti kalau Pak Amos mau bicara, bicara empat mata saja dengan saya,” kisah Corputty.
Menurut Corputty, Ia ingin berbicara dalam RUPS tersebut untuk meminta forum RUPS untuk mengadakan RUPS LB untuk mencopot/memberhentikan Komisaris Utama (Komut) dan jajaran Komisaris Bank NTT. Karena dirinya menilai jajaran Komisaris terlampau mengintervensi pelaksanaan Tugas Operasional dari Jajaran Direksi.
“Komut dan jajarannya sudah terlalu mengintervensi operasional Bank NTT. Mereka tidak paham akan tugas dan fungsinya sebagai komisaris sehingga operasional jadi kacau. Karena itu, PSP dan para bupati/walikota sebagai pemegang saham harus segera melaksanakan RUPS LB untuk mencopot dan mengganti Komut dan jajarannya dengan orang-orang profesional yang paham akan tugas dan fungsinya,” tandas Corputty.
Komisaris Utama Bank NTT, JJ berusaha dikonfirmasi tim media via WA ini pada Selasa (17/05/2022) pukul 12:11 WITA terkait permintaan pencopotan dirinya dari jabatan Komisaris Utama Bank NTT oleh Amos Corputty sebagai seorang pemegang saham Seri B Bank NTT karena diduga telah mengintervensi tugas operosional Direksi.
Amos mencontohkan intervensi Komisaris terhadap direksi. Pertama, membuat SK 01 A agar Komut dan Jajaran Komisaris menerima honor ratusan juta (dalam seleksi pejabat Bank NTT, red). Kedua, ikut campur tangan dalam urusan kredit. Ketiga, Mengangkat diri sendiri sebagai penanggung jawab Kantor Cabang Bank NTT Surabaya.*(R76/Tim)