Jakarta, Sakunar — Penyakit Talasemia adalah penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah merah yang dapat menyebabkan penderita harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya. Talasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan RI, kemkes.go.id terbit Selasa (10/05), seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat (tidak bergejala), hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin.
Cara mengetahui seorang talasemia dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang, serta pemeriksaan darah hematologi dan Analisa HB.
Hanya dengan cara itu, penyakit keturunan ini bisa dicegah. “Penyakit tersebut (Talasemia, red) bisa dicegah melalui deteksi dini,” demikian dikutip dari kemkes.go.id.
Sementara, menurut data dari Yayasan Talasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus talasemia yang terus menerus. Sampai dengan tahun 2012 terdeteksi sebanyak 4.896 penderita. Namun sampai dengan bulan Juni Tahun 2021, jumlah kasus tersebut telah meningkat menjadi 10.973 penderita.
BPJS Kesehatan juga mencatat, bahwa pembiayaan terhadap penderita Talasemia sejak Tahun 2014 sampai Tahun 2020 terus meningkat. Talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu 2,78 triliun tahun 2020.
Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes, dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, mengatakan deteksi dini bertujuan untuk mengidentifikasi pembawa sifat talasemia agar tidak terjadi perkawinan sesama pembawa sifat.
Secara klinis ada tiga jenis Talasemia, yakni Talasemia Mayor, Talasemia Intermedia, dan Talasemia Minor/ Trait/Pembawa Sifat.
Pasien Talasemia Mayor memerlukan transfusi darah secara rutin seumur hidup (2-4 minggu sekali). Berdasarkan hasil penelitian Eijkman tahun 2012, diperkirakan angka kelahiran bayi dengan talasemia mayor sekitar 20% atau 2.500 anak dari jumlah penduduk 240 juta.
Pasien Talasemia Intermedia membutuhkan transfusi darah, tetapi tidak rutin.
Sementara pasien Talasemia Minor/ Trait/ Pembawa Sifat secara klinis sehat, hidup seperti orang normal secara fisik dan mental, tidak bergejala dan tidak memerlukan transfusi darah.
”Sampai saat ini talasemia belum bisa disembuhkan namun dapat dicegah kelahiran bayi Talasemia Mayor dengan cara menghindari pernikahan antar sesama pembawa sifat, atau mencegah kehamilan pada pasangan pembawa sifat talasemia yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu,” kata Elvieda di Jakarta, Selasa (10/5).
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan penyebaran informasi serta pengendalian talasemia, Kementerian Kesehatan mengadakan peringatan hari Talsemia Sedunia melalui beberapa rangkaian kegiatan yaitu media briefing, webinar dan deteksi dini pada keluarga.
Kementerian Kesehatan memberikan himbauan kepada pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk dapat berpartisipasi dan mendukung upaya pencegahan dan pengendalian Talasemia dengan :
Meningkatkan upaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kelahiran bayi dengan Talasemia Mayor, dengan meningkatkan informasi dan edukasi kepada masyarakat dan melaksanakan skrining/ deteksi dini Talasemia untuk keluarga penyandang Talasemia.
Melaksanakan deteksi dini pada calon pengantin yang belum memiliki kartu deteksi dini.
Melaksanakan penjaringan kesehtan pada anak sekolah dengan integrasi program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Mendorong kementerian terkait ( Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ) dan lintas sektor terkait lainnya untuk meningkatkan kerjasama dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga semua kebijakan yang ada berpihak pada kesehatan.
Kemenkes RI mengajak semua elemen berpartisipasi dalam upaya pencegahan penyakit Talasemia ini.*(JoGer)