Menciptakan Pers Indonesia Yang Profesional

oleh -817 views

Oleh : Edy Hayong, Wartawan Pos-

THOMAS Jefferson, Presiden ke-3, filsuf dan artis dari Amerika Serikat mengatakan, “Pers adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan kualitas manusia sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial”.

Apa yang dikatakan Jefferson ini menunjukan bahwa dirinya sangat mendalami seberapa kuat daya ledak tulisan seorang jurnalis.

Membangun peradaban manusia tentu tak lepas dari peran pers. Tata kelola pemerintahan khususnya di Indonesia, tidaklah berlebihan menempatkan pers sebagai pilar ke-4 demokrasi guna mengontrol tiga pilar lainnya, eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Terlepas dari masih ada sisi lemahnya peran pers dalam melakukan fungsinya, tetapi pers Indonesia sudah mulai menggeliat ke arah yang profesional.

Jika pada awal kemerdekaan hingga masa orde lama lanjut ke orde baru, pers masih menjadi alat penguasa, tetapi pasca reformasi 1998, kebebasan berekspresi pers (baca : wartawan, Red) tidak terbelenggu lagi. Negara (pemerintah) kemudian melegitimasi keberadaan pers dengan dibentuknya induk organisasi pers dalam hal ini Dewan Pers.

Sebuah lembaga independen yang dibentuk  berdasar Undang-Undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers sebagai upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.

Fungsi Dewan Pers, melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah, memfasilitasi organisasi-organisasi dalam menyusun peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan dan mendata perusahaan pers.

Baca Juga:  Kasus Dugaan Kekerasan Wartawan Versus Oknum DPRD Di Malaka Belum Selesai

Ruang lingkup fungsi yang dijalankan Dewan Pers memang maha berat. Selangkah demi selangkah Dewan Pers mau menerapkan pola “sapu jalan” dengan harapan kedepan Pers Indonesia betul-betul menjadi pilar yang profesional, independen dan kredibel.

Dewan Pers tidak mau pers dipandang sebelah mata dalam mengawal demokrasi di negara ini yang sedang bertumbuh.

Dalam sistem pemerintahan Indonesia sekarang ini, arus kebebasan mengemukakan pendapat publik seperti mendapat angin segar.

Pola pembungkaman terhadap suara masyarakat yang ingin mencari keadilan sudah mulai berkurang. Dampak ikutannya, banyak kalangan mulai mendirikan perusahaan pers.

Menjamurnya industri pers harus dimaknai sebagai upaya membantu pemerintah dalam rangka melakukan kontrol sosial. Walaupun harus diakui masih banyak kalangan pers belum memaknai tugas dan peran sesungguhnya sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU nomor : 40 tahun 1999.

Mengutip pernyataan Yosep Adi Prasetyo saat menjabat Ketua Dewan Pers (2016-2019)  bahwa data media di Indonesia saat ini diperkirakan ada 2.000  media cetak. Jumlah ini pada tahun 2014 tercatat hanya 567 media cetak yang memenuhi syarat sebagai media profesional.

Baca Juga:  KONTAS Malaka Terbentuk, Ini Struktur Kepengurusannya

Tahun 2015 menyusut menjadi hanya 321 media cetak, sementara media online diperkirakan mencapai angka 43.300 tapi yang lolos sebagai media profesional tercatat 211 kemudian menyusut menjadi hanya 168 pada tahun 2015. Belum terhitung media radio dan televisi.

Pertumbuhan media ini, menurut Yosep, mengakibatkan terjadinya perekrutan wartawan dalam jumlah besar dari berbagai latarbelakang pendidikan akademis.

Banyak dari mereka (wartawan) lebih memilih bekerja dengan jalan pintas yaitu tidak turun ke lapangan tapi cukup menggunakan bahan publikasi media lain. Ini realitas yang tidak dipungkiri. Kegelisahan yang dipaparkan ketua dewan pers ini menunjukan era keterbukaan pers seperti lepas kontrol.

Profesionalisme kerja pers terabaikan akibat ulah oknum yang mengatasnamakan diri sebagai orang pers. Prinsip jurnalistik untuk menyampaikan kebenaran berdasarkan nilai moral terabaikan. Kebenaran yang disampaikan oleh kelompok profesi ini kini dicemari oleh maraknya berita hoax.

Ini tentu menjadi pekerjaan rumah buat semua elemen untuk mengembalikan roh pers sesungguhnya. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan untuk menggapai harapan agar pers Indonesia menjadi pers yang profesional. Butuh waktu yang agak lama.

Baca Juga:  Tiga Kasus Viral Di Malaka Telah Dilimpahkan Ke Kejaksaan

Walaupun tertatih-tatih tetapi pers Indonesia sudah mulai bernafas lega menghirup iklim kebebasan.

Di tengah pers menikmati iklim kebebasan berekspresi, lalu bagaimana dengan posisi konstitusi bangsa ini? Kalangan dunia pers tentu mengharapkan iklim ini tetap terjaga sepanjang republik ini ada.

Pers tidak merasa asing di negeri sendiri. Pilar demokrasi yang diemban pers hendaknya berjalan beriiringan dengan tiga pilar yang lain tanpa ada intervensi.

Kebebasan pers jangan dilihat sebagai musuh yang patut ditakuti. Pers harus dilihat sebagai mitra sejajar dalam mengawal demokrasi ke arah yang lebih baik.

Sebab, ketika pers sudah terpasung maka ibarat rumah jika dari empat tiang satu kakinya patah maka rumah besar yang namanya Indonesia akan roboh.

Rumah Indonesia harus dijaga bersama tanpa harus mengorbankan satu dengan yang lain melalui cara-cara yang tidak elegan.

Para pendiri bangsa telah meletakan fondasi dengan dengan sangat kuat untuk generasi kini dan masa depan agar rumah besar ini tetap terjaga dalam semangat bhineka tunggal ika. (*)

* Penulis adalah Wartawan Pos-Kupang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.