Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur sedang dalam masa transisi kepemimpinan. Usai Bupati Perdana, dr. Stefanus Bria Seran, MPH melepas masa tugas, dan sebelum Bupati terpilih, Dr. Simon Nahak, SH, M.Hum mengambilalih tanggung jawab sebagai bupati, telah 2 kali Malaka dipimpin pejabat transisi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malaka, Donatus Bere, SH yang pertama melanjutkan kepemimpinan sebagai pelaksana harian (Plh). Walaupun secara hukum Plh memiliki keterbatasan kewenangan, namun dalam masa kepemimpinannya terjadi 2 peristiwa penting. Pertama, banjir luapan Sungai Benenain yang melanda bagian hilir Benenain. Kedua, Pembekuan Bagian ULP yang disusul dengan pembatalan SK Pokja Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa.
Terkait peristiwa alam luapan banjir Sungai Benenain, Plh Bupati telah melakukan kunjungan pemantauan ke lokasi banjir. Harapan masyarakat terdampak banjir berbunga-bunga akan adanya solusi bagi musibah yang dialami. Namun harapan masyarakat ini sirnah ketika solusi tersebut tak kunjung datang hingga kepemimpinan beralih dari Plh ke Penjabat (Pj) dan musibah banjir terulang kembali untuk kesekian kalinya.
Kemudian terkait status Bagian ULP atau PBJ, persoalan tersebut sebenarnya merupakan tanggung jawab mutlak Plh Bupati. Kenapa? Karena Plh Bupati yang sekaligus Sekda Kabupaten Malaka yang mengeluarkan SK pembatalan Pokja Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa pada ULP dan juga (harus) bertanggung jawab atas pemblokiran anggaran Bagian ULP.
Seiring perjalanan waktu, Plh Bupati harus menyerahkan tongkat kepemimpinan di Rai Malaka kepada Pj Bupati. Yang menjabat adalah Kepala Dinas PMD Provinsi NTT, Viktorius Manek, S.Sos, M.Si. Harapan rakyat kembali bangkit. Alasannya, karena Pj Bupati memiliki kewenangan lebih dari Plh Bupati.
Terkait musibah alam banjir, Pj Bupati telah melakukan pemantauan. Tetapi kata Pj Bupati kala itu, penanganan banjir saat ini bukan kategori darurat bencana sehingga harus melalui proses normal. Artinya apa? Kalau penanganan banjir harus dilakukan dengan pembenahan tanggul penahan, maka harus melalui proses perencanaan dan penganggaran, lalu melalui proses lelang. Sehingga, hal tersebut bisa direalisasikan pada Tahun Anggaran 2021 atau bisa jadi di Tahun Anggaran 2022.
Terbaru, pada hari ini, Kamis (01/04/2021), Pj Bupati melaksanakan rapat bersama pimpinan OPD untuk membahas penanganan banjir. Dalam rapat disepakati agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah melakukan koordinasi dengan para kepala desa untuk teknis penanganan. Sementara dinas teknis seperti Dinas Sosial diminta untuk mempersiapakan penanganan darurat, yang bisa ditebak bahwa yang dimaksud adaplah makan dan minum.
Lagi-lagi, hati dan batin masyarakat belum bisa tenang. Pasalnya, belum ada sikap tegas dari sang pemimpin soal solusi penyebab banjir. Padahal yang dinantikan masyarakat sebenarnya adalah ‘Sense of Crisis’ dari sang pemimpin, yakni Pj Bupati. Karena, tidak bisa diingkari bahwa saat ini masyarakat sedang dalam musibah besar akibat banjir dan sangat membutuhkan rasa krisis sang pemimpin. Betapa tidak, belum ada tanda-tanda bahwa hujan dan banjir akan berhenti. Sementara, pemukiman warga terendam dan lahan pertanian dengan tanaman siap panen ikut direndam dan terancam gagal panen.
Dengan kata lain atau dalam bahasa sederhana dapat dikatakan bahwa masyarakat saat ini butuh solusi segera atas penyebab musibah. Masyarakat tidak butuh pemantauan yang dilakukan sebagai bentuk pencitraan, yang hanya sebagai pemenuhan syarat administratif tetapi tidak memberikan solusi.
Yang berikut, tentang Status ULP, persoalan ini seharusnya mendesak untuk diselesaikan karena berhubungan langsung dengan pembangunan fisik yang langsung dinikmati rakyat. Apalagi, jika persoalan ini semakin dibiarkan berlarut-larut maka akan berbuntut pada gagalnya realisasi pembangunan fisik. Dan hal ini tentu akan sangat merugikan rakyat.
Tetapi amat disayangkan, karena terkait hal ini pun belum ada tanda-tanda bahwa akan ada penyelesaian oleh Pj Bupati. Sementara, waktu terus berjalan dan limit waktu untuk dimulainya realisasi proyek pembangunan yang dikerjakan dengan Dana Alokasi Khusus semakin mendekat. Artinya, proyek-proyek DAK yang nilainya mencapai Ratusan Miliyar Rupiah bisa terancam gagal jika ‘Sense of Crisis’ itu tidak ada.
Padalah, untuk mengatasi persoalan ini, paling kurang ada dua jalan yang bisa ditempuh. Pertama, Pj Bupati bisa segera mengisi kekosongan Sub Bagian ULP. Atau kedua, membiarkan pejabat Bagian ULP sekarang tetap menjalankan tugasnya sampai ada pejabat baru.
Dalam banyak kesempatan, masyarakat selalu mengatakan hal ini: “Siapapun pemimpinnya, yang penting bekerja untuk rakyat”. Apa artinya bekerja untuk rakyat? Hemat kami, bekerja untuk rakyat adalah menyediakan apa yang dibutuhkan rakyat dan mengatasi apa yang sedang menjadi kesulitan rakyat.
Lalu apa yang sedang menjadi kesulitan rakyat saat ini? Rakyat di bagian dataran Kabupaten Malaka sedang mengalami musibah alam banjir. Maka pemimpin yang baik hendaknya punya sense of crisis untuk mengatasi banjir. Kemudian apa yang sedang menjadi kebutuhan rakyat? Tak lain dan tak bukan adalah percepatan pembangunan. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi kalau prosesnya dihambat? Maka lagi-lagi pemimpin hendaknya memiliki sense of crisis untuk mengatasi hal ini. Salam Sehat untuk Pemerintah dan Rakyat Kabupaten Malaka.*(Sakunar)