Malaka, Sakunar — Ketua dan Wakil Ketua (Waket) I DPRD Kabupaten Malaka didesak untuk membawa persoalan pemberhentian dan pengangkatan Sekwan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Malaka. Dua pimpinan DPRD diminta untuk melaporkan Wakil Ketua II, Hendrikus Fahik Taek, SH ke BK soal pernyataannya bahwa dirinya telah menerima konsultasi dari eksekutif terkait penggantian Sekwan. Padahal, nyata bahwa dua pimpinan lain, yakni Adrianus Bria Seran, SH selaku Ketua dan Devi Hermin Ndolu, SH, S.IP selaku Waket I mengaku tidak tahu-menahu soal itu.
Demikian diungkapkan Anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar, Raymundus Seran Klau kepada Sakunar di Weoe, Senin (17/01/2022). Raymundus mengatakan, konflik yang sedang berkembang antara 3 pimpinan dprd sangat krusial dan urgen untuk segera diselesaikan. Dan karena persoalan tersebut telah diangkat ke publik, maka baiklah jika diselesaikan di BK.
“Memang itu konflik internal, tapi krusial dan mendesak untuk segera diselesaikan. Dan karena sudah sampai ke publik maka penyelesaiannya pun harus diketahui Publik. Dan hemat saya, lembaga DPRD punya badan kehormatan yang bisa menyelesaikan konflik ini”, ujar Raymundus.
Terkait konflik tersebut, Raymundus menilai telah terjadi dugaan penyalahgunaan wewenang. Jika terbukti bahwa Waket II menerima konsultasi tetapi tidak menyampaikan kepada dua pimpinan lain, maka jelas ada dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut.
“Ini patut dipertanyakan, jangan sampai ada persekongkolan dibalik ini? Maka tadi saya katakan bahwa harus dibawa ke BK supaya terbuka secara terang-benderang”, tutup Raymundus.
Anggota DPRD Kabupaten Malaka dari Fraksi Partai Golkar, Jemianus Koi
Senada diungkapkan Jemianus Koi, Anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar. Ditemui di Halibasar, Jemi mengungkapkan, persoalan antar Pimpinan DPRD harus diselesaikan secepatnya. Karena disadari atau tidak, konflik ini mengganggu aktivitas di DPRD Malaka.
“Kalau konflik ini terus berlanjut, maka sama saja dengan jabatan Sekwan lowong karena Sekwan yang baru diangkat tidak bisa menjalankan tugas. Ini otomatis mengganggu kelancaran aktivitas di DPRD Malaka”, tandas Jemi.
Diberitakan sebelumnya, antara 3 Pimpinan DPRD Malaka terjadi konflik seputar pemberhentian dan pengangkatan Sekwan. Ketua dan Wakil Ketua I DPRD Malaka mempersoalkan pergantian Sekwan karena dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinan dprd. Sebaliknya, Wakil Ketua II DPRD Malaka membuat statemen di media bahwa dirinya telah menerima konsultasi terkait penggantian Sekwan tersebut.
Selanjutnya, sesuai pernyataannya, Wakil Ketua II menganggap konsultasi kepada dirinya bisa mengatasnamakan pimpinan dprd. Dasar yang digunakannya adalah ‘kolektif kolegial’. Terkait ini, Waket I DPRD Malaka menyebut Waket DPRD II gagal paham soal ‘kolektif kolegial’. Alasannya, karena kolektif kolegial memastikan bahwa keputusan dalam pimpinan dprd tidak bertumpu pada satu orang saja.*(JoGer)