Malaka, NTT — Para tenaga Kesehatan di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan aksi damai ke Kantor DPRD Kabupaten Malaka, Kamis (28/01/2021). Para tenaga kesehatan tersebut menuntut pemulihan nama baik, menyusul pristiwa penghinaan yang diduga dilakukan oleh Wakil Ketua II DPRD Malaka, Hendrik Fahik Taek.
Peristiwa tersebut bermula, ketika ada pasien teridentifikasi Positif Covid-19 meninggal dunia di RSUPP Betun dan dijemput paksa oleh keluarga. Wakil Ketua II DPRD Malaka yang ikut dalam rombongan keluarga pasien terlibat adu argumen dengan para petugas kesehatan dan kemudin melontarkan kata-kata tak pantas, seperti “Ijazah Paket”.
Ditengarai, peristiwa tersebutlah yang memicu lahirnya Aksi Damai para tenaga kesehatan tersebut. Namun, ali-ali mendapatkan simpati, Aksi Damai para tenaga medis ini malah ditanggapi secara politis. Misalnya, ada pmberitaan media yang menyebut keterlibatan Tim Paslon Peserta Pilkada Malaka Tahun 2020 di balik aksi tersebut.
Hal ini, dinilai sebagai suatu bentuk kepanikan dan arogansi yang ditunjukkan oleh sementara kalangan, yang justru selama ini bersuara tentang adat-istiadat “Sabete Saladi” atau saling menghargi dan saling menghormati.
Penilaian tersebut disampaikan oleh praktisi hukum asal Kabupaten Malaka, Eduardus Nahak, SH kepada media ini, Kamis sore (28/01/2021).
Menurut Edu, tidak semua penghinaan dan pencemaran nama baik harus dilaporkan ke Polisi. Tetapi perlu disuarakan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan penghinaan atau pencemaran tersebut. Dan apa yang terjadi pada hari ini Kantor DPRD Malaka adalah hal yang wajar. Karena para profesional yang merasa sudah melakukan tugasnya dengan baik, tetapi dihina dengan kata-kata yang tidak pantas.
“Kok tega-teganya Abggota Dewan terhormat melakukan hal-hal seperti itu. Seharusnya seorang DPRD melindungi hak-hak rakyat termasuk para perawat dan petugas medis. Kan mereka juga rakyat”, kata Edu melalui sambungan telepon seluler.
Edu menilai, apa yang dilakukan Waket DPRD Malaka tersebut tidak hanya menghina Profesi Medis tetapi lebih dari itu menghina martabat kemanusiaan. “Maka, apa yang dilakukan para profesional tersebut patut diapresiasi oleh semua pihak, bukan malahan mengalihkan isu bilang ada Timsus di balik aksi damai”, tandas Edu.
Menurut Edu, apabila ada individu yang bicara mewakili nuraninya. Itu tidak harus dengan serta-merta dikaitkan dengan timsus, karena timsus sudah berakhir di tanggal 9 Desember. “Kalau toh ada yang mengait-ngaitkan dengan Timsus dan politik, maka menunjukkan bahwa ada kepanikan. Patut dipertanyakan, ada apa ini?”, kata Edu.
Edu juga mengutip komentar lepas oknum tertentu di salah satu Grup WhatsApp bahwa sipa saja yang menyentuh HF akan berurusan dengan Semua pengacara Malaka. Menurut dia, pernyataan seperti ini menunjukkan adanya arogansi dari pihak tertentu.
“Ada yang katakan bahwa siapa yang berani sentuh HF akan berhadapan dengan semua pengacara Malaka. Mungkin saya yang salah memahami. Tapi memang pengacara itu kelompok apa? Hukum itu kan ada alurnya, pernyataan seperti itu seolah-olah semua orang tidak boleh bersuara. Kita tidak bisa mengintimidasi orang dengan kelompok profesi. Ini namanya arogansi profesi. Tidak pantaslah kalau sampai ada pengacara omong begitu. Apakah pengacara kebal hukum? Tidak boleh atas nama profesi untuk macan-macanin (gertak-gertak, red) orang. Pengacara itu manusia biasa. Jadi tidak usa berlebihan lah”, pungkasnya.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malaka, Hendrik Fahik Taek belum berhasil dikonfirmasi media ini. Nomor selulernya dalam mode tidak aktif ketika dihubungi, Kamis Sore (21/01/2021) Pukul 19:40 Wita.*(BuSer/ Tim)