Malaka, Sakunar — Realisasi pekerjaan rumah bantuan pasca bencana Seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur diduga tabrak, alias tidak sesuai dengan Keputusan (SK) Bupati Malaka.
Hal ini khususnya berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan untuk 2 kategori, yakni kategori rusak sedang dan rusak ringan.
Sedangkan SK Bupati Malaka yang dimaksudkan adalah Keputusan Bupati Malaka Nomor 36.a/HK/2022, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Dana Siap Pakai Untuk Kegiatan Bantuan Stimulan Perbaikan Rumah Akibat Angin Siklon Tropis, Banjir, Tanah Longsor, Gelombang Pasang Dan Abrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Di Kabupaten Malaka Tahun 2022.
Keputusan tersebut ditetapkan Di Betun, pada Tanggal 20 Januari 2022 oleh Bupati Malaka, Simon Nahak.
Dalam SK Bupati Malaka tentang Petunjuk Teknis (Juknis) tentang pelaksanaan bantuan perbaikan rumah korban bencana seroja tersebut disebutkan 2 mekanisme pelaksanaan. Pertama, secara kontraktual, untuk kategori rusak berat. Kedua, secara swakelola, untuk kategori rusak sedang dan rusak ringan.
Dalam Juknis tersebut dijelaskan, metode kontraktual, ditrapkan pada rumah dengan kategori rusak berat, dilaksanakan melalui ikatan kontrak dengan pihak ketiga (rekanan).
Sedangkan metode swakelola untuk rumah kategori rusak sedang dan rusak ringan, pelaksanaan perbaikan rumah melalui pemberdayaan/ swakelola oleh masyarakat mengedepankan partisipasi masyarakat, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Metode pelaksanaan sebagaimana disebutkan dalam Juknis yang diterbitkan Bupati Malaka di atas, faktanya berbanding terbalik dengan pelaksanaan di lapangan. Fakta yang ditemukan di lapangan mengatakan, bahwa mekanisme yang diterapkan di lapangan hanyalah Kontraktual, untuk semua kategori, baik rusak berat, rusak sedang, maupun rusak ringan.
Kemudian, dalam Juknis yang diterbitkan Bupati Malaka tersebut, dijelaskan langkah konkrit pelaksanaan untuk dua mekanisme tersebut.
Pertama, penerima bantuan stimulan kategori rumah rusak berat memberi kuasa kepada PPK untuk melaksanakan secara kontraktual (dikerjakan oleh pemborong).
Kedua, penerima bantuan stimulan kategori rumah rusak sedang dan rumah rusak ringan memberi kuasa kepada PPK untuk melaksanakan perbaikan rumah secara Swakelola Type II.
Point kedua diatas bertentangan dengan fakta yang ditemukan tim investigasi sakunar.com di lapangan. Dimana ditemukan bahwa untuk kategori rusak ringan dan rusak sedang pun, penerima manfaat memberikan kuasa kepada PPK untuk mengelola pekerjaan secara kontraktual.
Salah satu bukti kasus (by name by adress) adalah surat kesepakatan yang salinannya ditemukan tim investigasi, dimana penerima manfaat atas nama Eduardus Bria di Desa Wederok, yang menerima manfaat kategori rusak ringan dengan anggaran Rp10.000.000, memberi kuasa kepada PPK untuk melaksanakan pekerjaan secara kontraktual.
Sampai disini, dapat dan patut diduga bahwa pelaksanaan pekerjaan rumah bantuan bencana untuk 2.610 korban bencana dengan kategori rusak sedang dan rusak ringan di Kabupaten Malaka bertentangan dengan Juknis yang ada.
Jika demikian adanya, maka patut diduga pula bahwa ada unsur kesengajaan, yang sengaja dilakukan oleh oknum tertentu atau sekelompok oknum, dengan maksud tertentu pula.
Patut diduga pula, bahwa kesengajaan yang dilakukan dengan menabrak aturan (Juknis) ini merupakan bagian dari ‘dugaan rancangan permufakatan jahat’, yang sengaja dilakukan oknum tertentu atau sekelompok oknum, untuk memperkaya diri sendiri dan atau orang lain, dengan menyalahgunakan kedudukan atau jabatannya.
Dugaan tersebut diperkuat dengan fakta lain tentang penunjukkan rekanan yang diduga kuat sarat manipulatif dan sarat praktek KKN, serta tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Padahal, menurut Keputusan Kepala BNPB Nomor 27.A, tahun 2021 disebutkan dengan jelas dan tegas, bahwa: “Pelaksanaan perbaikan rumah dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi melalui ikatan kontrak dengan Pemerintah Daerah (BPBD), berdasarkan ketentuan pengadaan barang/ jasa yang berlaku”.
(Keputusan Kepala BNPB Nomor 27.A, tahun 2021, tentang Pedoman Penyelenggaraan Bantuan Stimulan Perbaikan Rumah Korban Bencana Pada Status Transisi Darurat ke Pemulihan).
Bandingkan juga dengan fakta adanya pengakuan kontraktor bahwa perjanjian kerja dengan PPK dilakukan dibawah tangan. Fakta menarik lain, bahwa kontrak kerja resmi dilakukan oleh PPK dengan 29 CV (kontraktor), tetapi faktanya ditemukan hampir ratusan kontraktor berbeda.
Dan diatas semua itu, ditemukan pula fakta bahwa pelaksanaan pekerjaan di lapangan terkesan asal jadi, tanpa mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan penerima manfaat, sebagaimana diamanatkan dalam SK Bupati Malaka tentang Juknis pelaksanaan. Misalnya ada bukti kasus, kontraktir hanya melakukan pengecatan saja lalu menganggap pekerjaan rumah telah selesai.
Maka kami menduga kuat, bahwa telah direncanakan secara matang oleh oknum atau sekelompok oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dari penderitaan rakyat korban bencana seroja di Kabupaten Malaka.
Sayangnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Drs. Gabriel Seran, MM (saat perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan menjabat sebagai Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malaka) tidak merespon upaya konfirmasi dari tim investigasi sakunar.com.*(JoGer/ Tim)