Gusti Ngasu Plt Bupati, Efrem Diakon Sekda; Ende Tidak Butuh Pilkada Lagi

oleh -502 views

Rasa-rasanya, Ende tidak butuh pemilihan kepala daerah (pilkada) lagi kali ini. Salah satu fungsi pilkada adalah memilih (calon) pemimpin yang mempunyai kualitas tertentu untuk mengatur daerah. Apakah Ende (belum) memiliki calon pemimpin yang berkualitas? Lalu, mengapa tidak butuh pilkada lagi?

Beberapa hari ini, linimasa media sosial saya dipenuhi dengan foto dan video acara pelantikan, penyambutan dan upacara bendera perdana Penjabat (Pj) Bupati Ende, Dokter Gusti Ngasu. Saking semangatnya netizen, malah ada yang salah tag nama dan salah kirim ucapan selamat/proficiat ke saya.

Kesamaan nama memang bisa jadi peluang untuk buat lelucon. 😀

Dari kuartal IV tahun lalu hingga awal tahun ini, saya mendapatkan kesempatan baik dan ber-rahmat untuk bisa berada di Ende, mengikuti suatu proses pileg, dan tentu saja mempelajari sesuatu tentang politik lokal dari dekat, bahkan dengan ‘metode’ partisipatif. Dengan demikian, saya mempelajari sepak terjang beberapa tokoh publik (politik dan birokrasi) di sana.

Tentu saja, dari hasil ‘pembelajaran’ itu, saya menemukan berbagai jenis dan tipe tokoh publik. Ada yang memang sangat berkualitas, ada yang medioker, ada yang orang Ende Lio bilang “isi ae iwa” (=tong kosong nyaring bunyinya). Itu fenomena yang biasa dalam kehidupan publik dan politik.

Salah satu yang memiliki kualitas bagus dalam ‘pengamatan’ amatir dan pengalaman saya adalah figur dokter Gusti Ngasu. Saya tidak mengenal dekat Pak Dokter ini, tetapi beberapa pertemuan kami membuat saya berkesimpulan positif.

Baca Juga:  Siaran Pers, Pemkab Malaka Akui Ada Masalah Pada 5 Paket Proyek Septic Tank 2021 Dan Diduga Bohongi Publik

Karir profesionalnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) tentu saja telah menjadi pengetahuan kita bersama: top! Tangganya jelas: dari seorang dokter pegawai negeri sipil (PNS) hingga sekretaris daerah (sekda). Bahkan, pernah secara kreatif, masuk dan berjuang dalam pertarungan kursi eksekutif beberapa periode lalu.

Satu hal yang saya pikir menarik bahwa saya hampir selalu bertemu dengan dokter Gusti (dan istrinya) di gereja Katedral Kristus Raja Ende, dalam berbagai acara dan kegiatan, mulai dari misa, makan malam saat uskup Sensi meninggal, jalan salib dan kegiatan rohani lainnya.

Tentu saja secara kasat mata, ini membuktikan kalau pak dokter memiliki catatan keterlibatan sosial yang sangat baik. Lebih dalam, pastilah juga beliau memiliki ‘bakat’ religius yang baik. Orang tidak bisa terlibat begitu saja di kehidupan menggereja kalau tidak merasa terpanggil.

Saat Pak Dokter sibuk mengurus makan malam untuk tamu-tamu dari Bajawa yang datang melayat Bapa Uskup Sensi, saya menyalami beliau dan istri. Seorang senior dari Bajawa bercerita tentang kakaknya yang sekelas dengan dokter Gusti ketika SD di Bajawa.

Baca Juga:  Pemda Malaka Lepas Scuad PS Malaka U15 Mewakili NTT Ke Putaran Nasional Piala Soeratin

“Kami punya rumah di Bajawa dulu baku dekat dengan Hakim Ngasu orang Ende punya rumah, Bapaknya Dokter Gusti tuh,” jelas sang senior, dengan tambahan, “Dokter Gusti ini kalau tidak salah seangkatan juga dengan Uskup Ewal”

Itu artinya apa? Dokter Gusti telah bertemu dan hidup dengan teman-teman dari budaya lain sejak kecil dan usia pra-remaja. Untuk saya, pembaruan horizon budaya sejak kecil sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang pribadi.

Saya kadang iseng-iseng mengamati, memang sangat beda antara orang-orang yang sejak lahir, kecil hingga SMA hanya di Ende dengan orang-orang yang mungkin saat SD atau remaja pernah tinggal dan bersekolah di kota lain. Perbedaan itu terletak pada cara pandang dan gaya membangun relasi.

Saya makin yakin bahwa Ende tidak perlu pilkada lagi saat tahu bahwa Pj Bupati mengangkat Pak Efrem Diakon sebagai pelaksana harian (Plh) Sekda Ende. Saya kenal agak baik kualitas dan integritas Pak Efrem. Sebagai ASN, tangga karirnya mirip dengan Pak Dokter Gusti Ngasu: dari PNS hingga kepala inspektorat.

Dari Dokter Gusti dan Pak Efrem, kita orang Ende telah memiliki pemimpin yang berkualitas. Keduanya memahami dengan baik anatomi dan jeroan birokrasi Ende. Keduanya memiliki pandangan dan pengalaman politik yang baik. Pandangan politik yang baik ini tentu saja harus dijelaskan secara jujur: keduanya adalah representasi dua kekuatan politik di Ende dalam satu setengah dasawarsa terakhir.

Baca Juga:  Waket 2 DPRD Minta APH Dan Bupati Respon Dugaan Korupsi Proyek Rumah Bantuan Seroja Di Malaka

Dan, saya yakin, keduanya bisa mengelola Ende sebagai kota kosmopolis di Flores berdasarkan pengalaman pembaruan horizon mereka di masa kecil dan remaja. Kalau Dokter Gusti pernah SD di Bajawa, Pak Efrem juga pernah tinggal di Ruteng saat remajanya.

Pada akhirnya, sebagai orang yang masih percaya pada demokrasi, saya sebenarnya tidak yakin-yakin amat bahwa Ende tidak perlu pilkada lagi. Itu hanya bagian dari gara-gara dan gaya dalam menulis untuk menggugat rasa ingin tahu anda sekalian.

Menurut saya, kita perlu bersyukur bahwa sejarah kemudian menghantar kita untuk memiliki pemimpin sementara yang berkelas seperti Pak Dokter Gusti Ngasu dan Pak Efrem Diakon. Dan, kelas itu tidak boleh turun lagi.

Tugas Pj Bupati dan Plh Sekda Ende memang berat: memastikan masa transisi kepemimpinan ini untuk mendidik sedemikian rupa pemilih kita (yang cenderung sangat transaksional saat ini!), agar bisa memilih pemimpin dan kepala daerah yang berkualitas unggul. Minimal, sekali lagi!, tidak turun kelas lagi dari standar Pak Pj Bupati dan Pak Plh Sekda. (*)

* Oleh:  Agustinus Tetiro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.