BETUN, Sakunar — Mata para penerima manfaat rumah bantuan bencana seroja itu memancarkan keheranan dan tanda tanya, ketika rombongan aparat kepolosian dari unit Tipikor Polda NTT mendatangi rumah mereka. Pancaran mata keheranan itu lahir dari pertanyaan: siapa yang datang? Untuk apa datang?
Pancaran mata keheranan itu pun seketika berubah menjadi cemas, berbalut rasa takut, ketika tahu bahwa yang datang adalah polisi. Rasa cemas dan takut itu lahir dari pertanyaan: untuk apa polisi datang ke rumah mereka? Apa salah mereka?
Namun lagi-lagi, pancaran rasa cemas dan takut itu pun seketika sirnah. Pancaran mata mereka berubah menjadi berbinar-binar penuh harap. Ini lahir dari sebuah kerinduan yang sudah lama terpendam. Sebuah kerinduan akan keadilan.
Pemandangan sebagai dilukiskan diatas, kami temukan di semua lokasi rumah bantuan seroja, yang dikunjungi rombongan Tipikor Polda NTT (kebetulan kami ikut dalam rombongan dimaksud), di beberapa Desa di Malaka Barat dan Wewiku, Kamis (11/07/2024).
Rata-rata pemilik rumah atau penerima rumah bantuan seroja yang dikunjungi rombongan Tipikor Polda NTT sudah lebih dahulu akrab dengan wartawan, karena sudah saling mengenal selama kami melakukan investigasi.
Maka, setelah tahu bahwa kehadiran para polisi berkaitan dengan proyek rumah bantuan yang diduga beraroma korupsi, pata penerima rumah bantuan seroja ini langsung mengungkapkan harapan dan doanya.
“Kami orang bodok ini hanya harap di bapak-bapak wartawan dan polisi. Kami berdoa, supaya dengan campur tangan bapak-bapak polisi ini kami dapat keadilan. Selama ini kami rasa tidak adil karena hak kami untuk dapat rumah bantuan ternyata kerja tidak tuntas”.
Kata-kata seperti ini adalah kata-kata yang lazim diucapkan oleh para penerima rumah bantuan seroja, yang dikunjungi rombongan Tipikor Polda NTT. Kata-kata berisi doa dan harapan akan sebuah rasa adil. Doa dan harapan akan rasa adil karena hak yang dirampas.
Bayangkan, 3.118 warga Malaka yang menerima rumah bantuan seroja dari pemerintah pusat itu adalah korban bencana seroja. Kata mereka: “Kami sudah jadi korban bencana seroja, sekarang jadi korban rumah bantuan seroja lagi. Pemerintah sudah kasi kami uang untuk bangun rumah, eh ternyata kami dipermainkan oknum tertentu. Ada rumah kerja asal jadi, ada rumah kerja tidak tau jadi-jadi. Hak kami sungguh-sungguh dirampas”.
Saat ini, harapan dan doa 3.118 warga korban bencana seroja di Malaka bertumpu pada aparat kepolisian, dalam hal ini Tipikor Polda NTT. Mereka berharap dan berdoa, campur tangan aparat bisa mengembalikan hak mereka demi sebuah keadilan.
Untuk info, pemerintah pusat mengucurkan dana hingga 57,5 Miliar rupiah untuk membantu 3.118 korban bencana seroja di Kabupaten Malaka yang kehilangan tempat hunian akibat bencana seroja April 2021 tersebut.
Namun, realisasi proyek kemanusiaan tersebut diduga bermasalah dan beraroma korupsi. Fakta yang tidak bisa dibantah, pekerjaan yang sudah dimulai sejak tahun anggaran 2022 ini belum rampung hingga saat ini (Juli 2024).
Dugaan korupsi pada proyek kemanusiaan senilai 57,5 M ini sudah mulai dilirik Tipikor Polda NTT sejak September 2022. Beberapa pihak telah diperiksa dan diambil keterangan terkait hal ini.(*)