Namanya dr. Stefanus Bria Seran, MPH. Orang Malaka sering menyebutnya SBS. Pada 17 Februari 2016 hingga 17 Februari 2021, SBS memimpin Kabupaten Malaka sebagai bupati perdana.
Banyak catatan sejarah telah diukir sang arsitek dalam lembarlembar sejarah daerah otonomi baru ini.
Berikut ini adalah sedikit dari banyak catatan tersebut, yang terrekam catatan harian penulis sebagai seorang pemburuh berita yang saban hari berkutat bersama pikiran, ungkapan, kebijakan serta tindakan seorang SBS dalam mengukir wajah daerah ini.
SBS Dan Revolusi Pertanian Malaka (RPM)
Hal pertama yang dipikirkan seorang SBS sebagai Bupati Malaka perdana adalah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Malaka, yang dapat diukur dari tercukupnya kebutuhan rakyat akan pangan. Dalam bahasa SBS, rakyat kelimpahan makanan.
Apa yang dilakukan SBS terkait hal ini?
Jawabannya adalah Revolusi Pertanian Malaka, yang dikenal dengan sebutan sederhana RPM. Melalui RPM, SBS mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan mengoptimalkan apa yang sudah dimiliki rakyat itu sendiri.
“Saya heran, kenapa rakyat bisa kelaparan di daerah yang subur ini. Bagi SBS ini sebuah pertanyan besar yang mesti ia jawab. Bagi SBS, mestinya ada yang keliru dalam mengoptimalkan potensi lahan yang subur di daerah ini”, kata SBS suatu ketika.
SBS butuh pikiran, kajian dan pendapat orang yang ahli dibidang ini, untuk menjawab pertanyaan besar ini. Ia butuh masukan ilmiah untuk menyibak tabir kemiskinan yang menggerogoti sendi perekonomian masyarakat yang telah mempercayai dirinya untuk mengukir wajah daerah ini.
SBS datangi Kampus yang notabene menjadi base camp riset dan ilmu pengetahuan. Tim Pakar RPM segera terbentuk dan mulai bekerja keras untuk menemukan cara bagaimana menghasilkan makanan yang berlimpah bagi masyarakat Kabupaten Malaka.
Terungkap lima komoditas yang dianggap cocok untuk dikembangkan di tanah Malaka, yakni padi, jagung, singkong, pisang dan kacang hijau. Ditambah tiga komoditas yakni ikan bandeng, itik dan kambing.
Mulaiah sang arsitek menorehkan kuasnya pada kanvas tanah Malaka yang termasyur kesuburannya. Tanah-tanah rakyat diolah dengan cara modern dengan menggunakan peralatan yang disediakan Pemerintah.
Benih-benih unggul disiapkan pemerintah dan dibagikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Tenaga-tenaga penyuluh ditempatkan di desa untuk selalu mendampingi petani.
Alhasil, 5 tahun SBS memgarsiteki Malaka, tujuan luhur dari RPM ini mulai tampak. Panenan petani mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Contoh kecil, petani bisa panen padi hingga 11 Ton per Hektar berkat benih unggul dan pupuk yang disiapkan secara gratis serta cara tanam dan pemeliharaan yang modern sesuai arahan Tim Pakar RPM.
Seorang janda sangat gembira karena bisa panen jagung dari kebunnya sendiri setelah 7 tahun kebun tersebut dibiarkan tak terurus semenjak suaminya meninggal. Kebun milik janda tersebut akhirnya bisa ia manfaatkan kembali setelah diolah secara cuma-cuma oleh pemerintah.
Itu cuma sepenggal kisah cerita indah sebuah program bernama RPM. Tentu masih ada berjuta kisah indah lainnya yang tidak mungkin penulis ungkapkan satu per satu dalam tulisan ini.
Lalu apakah senandung indah RPM merdu di telinga semua anak Malaka yang mendengarnya?
Abindranab Tagore, penyair kenamaan dunia asal negeri India pernah mengungkapkan, “Suara merdumu akan terdengar sumbang di telinga sebagian orang. Itulah telinga orang yang tidak sealiran musik denganmu. Atau telinga orang yang tidak menyukai dirimu”.
Tidak dapat dipungkiri, senandung indah RPM tentu tidak merdu di setiap telinga. Mungkin senandung itu akan terdengar sumbang di telinga orang yang tidak sealiran atau telinga orang yang tidak sepaham dengan penggubah senandung itu. Tetapi apakah senandung itu sumbang?
“Nyanyikanlah kepadaku senandung indahmu, jika senandungku sumbang di telingamu”, kata Rabindranath Tagore.
“Tulislah sebuah buku yang lebih bagus dari buku yang kutis, jika anda tidak suka pada buku yang kutulis”, kata SBS suatu waktu.* (bersambuang)