KUPANG, Sakunar — Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak di Kabupaten Malaka pada Desember 2022 meninggalkan sejumlah persoalan. Diantaranya adalah gugatan yang dilayangkan 3 calon kepala desa terhadap Surat Keputusan (SK) Bupati Malaka di Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang.
3 calon kepala desa yang mengajukan gugatan terhadap SK Bupati Malaka tersebut adalah, Yansensius Ung Luis, SE (Cakades Lorotolus), Selestinus Selestiga Klau, SE (Cakades Lalaleten), dan Hironimus Y.A. Seran (Cakades Umatoos).
3 Cakades tersebut menggugat SK Bupati Malaka tentang pengangkatan dan pengesahan cakades terpilih di desanya masing-masing.
Dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang telah mengadili gugatan 3 cakades tersebut, dan mengabulkan gugatan tersebut. Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH,MH selaku tergugat dalam 3 perkara tersebut kalah di PTUN Kupang.
Terkait putusan 3 perkara tersebut, selaku tergugat, Bupati Malaka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram.
Hasilnya, dua perkara, yaitu perkara Pilkades Lorotolus dan Pilkades Laleten sudah diputuskan PTTUN Mataram pada 18 Januari 2024 lalu. Sedangkan perkara Pilkades Umatoos masih menunggu putusan banding.
Menariknya, dalam dua perkara yang sudah diputuskan PTTUN Mataram, Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH,MH selaku Pembanding dinyatakan kalah lagi.
Terkait putusan PTTUN Mataram tersebut, Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH,MH, dikonfirmasi Sakunar.com, Selasa (30/01/2024) menyatakan sikap untuk menempuh upaya hukum lanjutan.
Bupati Malaka menegaskan, pihaknya akan terus melakukan upaya hukum hingga PK atau Peninjauan Kembali.
“Yang jelas kita upaya hukum sampai dengan PK (Peninjauan Kembali, red),” ungkap Bupati Malaka, melalui pesan WhatsApp kepada sakunar.com.
Pernyataan singkat Bupati Malaka ini memantik berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan yang melek hukum tata negara.
Inti dari tanggapan-tanggapan yang beragam tersebut adalah, apakah ada ruang dan peluang bagi upaya hukum lanjutan terhadap hasil banding sengketa Pilkades di Kabupaten Malaka?
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) asal Undana Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, S.H, M.Hum menyebut ada pembatasan bagi upaya hukum terhadap hasil banding sengketa TUN. Apalagi, obyek sengketanya adalah produk lokal yang hanya berlaku pada sebuah kabupaten.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, pasal 45A diatur, bahwa perkara Tata Usaha Negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan tidak dapat diajukan kasasi.
Karena itu, Dr. Johanes Tuba Helan, S.H, M.Hum menyebut, jika nanti Bupati Malaka selaku tergugat mengajukan peninjauan kembali (PK), maka itu hanyalah upaya untuk menghalangi eksekusi putusan pengadilan.
“Kalau sudah ada putusan banding maka harus segera di eksekusi, karena keputusannya itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan wajib dieksekusi oleh Bupati Malaka,” ujarnya kepada batastimor.com (tim investigasi media ini), Jumat (2/2/2024).
Artinya, jelas Tuba Helan, sudah sampai pada tingkat banding dan ada pembatasan dari Mahkamah Agung bahwa keputusan yang berlaku untuk satu daerah tidak perlu kasasi.
“Maka putusan banding itu tidak perlu upaya peninjauan kembali karena sudah memperoleh kekuatan hukum tetap maka wajib Bupati dieksekusi putusan itu,” tandasnya.
Walau demikian, lanjut Tuba Helan, Bupati Malaka masih punya ruang untuk mengajukan PK jika ada novum (ada bukti baru). Namun begitu, dia mengingatkan, bahwa PK tidak menunda eksekusi putusan pengadilan yang inkra.
“Peninjauan kembali boleh saja asal ada bukti baru/novum. Namun perlu diketahui Bupati Malaka bahwa PK tidak menunda eksekusi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” jelas Tuba Helan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, undang-undang sudah mengatur secara jelas dan tegas batas waktu eksekusi putusan pengadilan TUN.
Undang-undang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004, dan perubahan kedua dengan UU Nomor 51 Tahun 2009.
“Maka Bupati Malaka tidak boleh mencari-cari alasan untuk menunda eksekusi. Lebih cepat lebih baik,” tandasnya.*****