Malaka, sakunar — Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malaka, Hendri Melki Simu terlihat kesal dan menyebut PPK proyek pembangunan gedung Rumah Sakit (RS) Pratama Malaka tidak tahu hitung.
Hal tersebut terjadi dalam Rapat Komisi III bersama Mitra, yang salah satunya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Malaka pada Selasa (16/01/2024).
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi III dan anggota, Raymundus Seran Klau mempertanyakan penghitungan 75 persen progres pekerjaan.
Komisi III DPRD Kabupaten Malaka menyangsikan laporan yang disampaikan PPK bahwa progres pekerjaan RS Pratama mencapai 75 persen.
Pasalnya, fakta lapangan ketika kunker Komisi III di lokasi, Jumat (04/01), bahwa pekerjaan gedung tersebut baru pada tahapan pemasangan rangka tiang.
Karena itu, Ketua Komisi III, Hendri Melki Simu dan anggota, Raymundus Seran Klau, meminta PPK untuk menyampaikan secara rinci, sisa 25 persen dari pekerjaan tersebut untuk item apa saja.
“Misalnya, pekerjaan dinding itu berapa persen, kemudian kalau material sudah di lapangan dihitung berapa persen terus sisa pekerjaan dinding berapa persen. Demikian juga pekerjaan atap berapa persen, dan seterusnya,” tanya Ketua Komisi III.
Terhadap pertanyaan tersebut, PPK, Yovita Roman menjawab, “Yang namanya perhitungan bobot pekerjaan itu kita melihat dari Rencana Anggaran Biaya (RAB). Dari situ, misalnya 1 item kegiatan ini berapa, saya tidak bisa menyebut ini belum,” jelas Yovita.
“Karena sebut satu item pekerjaan ini saat konsultan membuat laporan, oh ini diberi bobot Nol koma sekian persen, contoh. Karena belum selesai diberi bobot sekian. Setelah itu input semua, dapat bobotnya 75 persen. Jadi dalam rencanabanggaran biaya itu masing-masing item itu ada bobotnya, pak. Bobot maximal itu kan 100 persen,” lanjut dia.
“Jadi tahap ini, kegiatan ini bobotnya Nol koma sekian, atau bagaimana… Jadi cara perhitungannya bobot pekerjaan itu seperti itu,” sambungnya.
Mendapat jawaban tersebut, Ketua Komisi III mengatakan bahwa PPK, Yovita Roman membuat Komisi III tambah bingung.
“Ibu Vita (PPK, red) buat kami tambah bingung. Kalau saya amati apa yang ibu Vita sampaikan, ibu Vita hanya percaya konsultan. Ibu Vita bisa hitung tidak?”, tandas Ketua Komisi III.
Menurut Ketua Komisi III, seharusnya seorang PPK paham dan mempunyai catatan tersendiri terkait bobot per item pekerjaan.
“Harusnya PPK itu punya hitungan sendiri. PPK itu harusnya tahu. Misalnya, pekerjaan atap. Ada pekerjaan fabrikasi, misalnya sengnya sudah ada, besinya sudah ada, tapi pekerjaan itu belum kita lakukan, bobotnya berapa persen. Kalau pekerjaan atap itu sudah selesai itu bobotnya berapa persen. Tapi ini kan belum selesai, maka dia sisa berapa persen. Ini yang kami mau,” tandas Ketua Komisi III, Hendri Melki Simu.
Politisi Partai Golkar ini menduga, Yovita Roman selaku PPK tidak bisa menghitung progres pekerjaan yang sedang ditangani.
“Jadi, saya yakin, yang ibu vita sampaikan ini, apa yang disampaikan oleh konsultan. Ibu Vita punya catatan atauhitungan itu atau tidak? Saya khawatir, jangan-jangan ibu Vita tidak bisa hitung itu,” kata dia.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Kesehatan, dr Sri Charo Ulina menengahi, bahwa dirinya telah menangkap maksud Komisi III, dan akan meminta PPK untuk membuat rincian bobot per item pekerjaan yang belum selesai dikerjakan.
“Saya sudah nangkap. Nanti saya minta bu Vita ringkaskan kecil-kecil itu sehingga bisa dapat gambaran, misalnya lantai itu berapa persen dari keseluruhan kerja,” kata Kepala Dinas Kesehatan.
Ketua Komisi III menandaskan, pertanyaan yang disampaikan dalam rapat ini harus dijawab agar persoalan yang ada menjadi benar-benar tuntas.
“Jangan barang belum tuntas lalu buat pernyataan bilang tuntas,” tandas Ketua Fraksi Partai Golkar ini.*****