Sebut Masalah Kemanusiaan, ARAKSI Desak Polda NTT Serius Tangani Dugaan Korupsi Bantuan Seroja 57,5 M Di Malaka

oleh -1,241 views

Malaka, Sakunar — Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI ) Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak Polda NTT serius menangani dugaan korupsi proyek rumah bantuan seroja senilai 57,5 Miliar Rupiah di Kabupaten Malaka.

Pasalnya, proyek stimulan perumahan bagi 3.118 kepala keluarga (KK) masyarakat korban bencana seroja di Kabupaten Malaka tersebut telah melewati 2 tahun anggaran.

Demikian disampaikan ARAKSI NTT melalui Koordinator Araksi TTS, Dony Tanoen, SE dalam rilis tertulis yang disampaikan kepada sakunar.com Rabu malam (08/11/2023).

“ARAKSI NTT meminta Polda NTT harus serius menangani dugaan kasus korupsi pengerjaan proyek rumah bantuan Seroja di Kabupaten Malaka yang menelan biaya cukup fantastis, yaitu 57,5 M,” tulis Tanoen dalam rilis tersebut.

“Sangat miris. Anggaran sudah di kucurkan pemerintah pusat, tapi sayangnya pekerjaan proyek ini sampai melewati 2 tahun anggaran 2022 – 2023 pun masih banyak yang tidak selesai,” sambungnya.

ARAKSI NTT menilai, pihaknya memiliki dasar pertimbangan, yang menjadi dasar untuk mendesak APH guna mengusut tuntas kasus digaan korupsi proyek senilai 57,5 M ini.

“Ini (dugaan korupsi rumah bantuan seroja, red) masalah kemanusiaan. Orang kehilangan tempat tinggal dan sangat butuh tempat tinggal. Ini merupakan kebutuhan dasar. Untuk itu kita minta Polda NTT harus serius menangani kasus ini,” demikian ARAKSI NTT.

Baca Juga:  Ini Yang Mereka Katakan Ketika HMS Datang Ke Sekretariat Komsar Wewiku

ARAKSI NTT juga minta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan sejumlah pihak terkait untuk bertanggung jawab atas hal ini.

ARAKSI menilai, realisasi fisik yang belum rampung hingga melebihi batas kontrak merupakan perbuatan melawan hukum, yang tentunya harus dipertanggung jawabkan secara hukum pula.

“Kita minta PPK, Konsultan Perencana, Konsultan pengawas serta semua kontraktor proyek bantuan rumah seroja harus bertanggung jawab karena sudah di luar batas kontrak, sehingga sudah jelas ada unsur perbuatan melawan hukum,” tutup ARAKSI NTT.

Diberitakan sebelumnya, Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) telah memeriksa 3 (Tiga) orang terkait dugaan mega korupsi proyek rumah bantuan bencana seroja senilai 57,5 Miliar Rupiah di Kabupaten Malaka.

Tiga orang yang sudah diperiksa (diambil keterangannya) terkait dugaan mega korupsi proyek 3.118 unit rumah bantuan seroja di Kabupaten Malaka adalah Drs Gabriel Seran, MM, Jibrael Tae dan Putut Kurdo Nugroho, ST.

Informasi yang dihimpun tim media ini, pemeriksaan terhadap 3 orang tersebut dilakukan Penyidik Tipikor Polda NTT di Mapolres Malaka, pada Rabu (27/09) hingga Kamis (28/09).

Baca Juga:  Puji Tuhan! Setahun Lebih Dibiarkan, Rumah Bantuan Seroja Di Motaulun Ini Mulai Dikerjakan

Diketahui, Drs. Gabriel Seran, MM diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Pelkasana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalak BPBD) Kabupaten Malaka, sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek senilai 57,5 M tersebut.

Sedangkan Jibrael Tae diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Pengeluaran pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malaka.

Sementara, Putut Kurdo Nugroho, dikonfirmasi wartawan, Kamis (05/10/2023) mengaku, dirinya diperiksa (diambil keterangan) dalam kapasitasnya sebagai Konsultan Perencana, sekaligus juga sebagai Konsultan Pengawas pada Proyek 3.118 unit rumah korban bencana seroja di Kabupaten Malaka.

Selain memeriksa 3 orang tersebut, Tipikor Polda NTT juga terpantau melakukan pemeriksaan ke lokasi rumah bantuan seroja di beberapa desa pada hari Kamis (28/09) hingga Sabtu (30/09).

Diberitakan, pelaksanaan proyek rumah bantuan pasca bencana seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Dana Siap Pakai (DSP) BNPB senilai 57,5 miliar rupiah diduga mangkarak dan terindikasi korupsi.

Baca Juga:  Daftar Proyek TA 2023 Di Dinas Pendidikan Malaka Yang Belum Rampung Hingga Kini

Pasalnya, proyek yang sudah dimulai pada 22 Mei 2022 tersebut seharusnya sudah berakhir masa kontraknya pada 21 Oktober 2022. Namun faktanya, hingga November 2023 pekerjaan 3.118 unit rumah tersebut belum rampung.

Dalam investigasi tim wartawan ditemukan pluhan rumah baru tahap fondasi, baru pada tahap pemasangan rangka, baru pada tahap pemasangan atap dan lain sebagainya.

Lebih miris lagi, ada beberapa unit rumah bahkan belum mulai dikerjakan sama sekali. Padahal, sudah setahun masa kontrak kerja pekerjaan tersebut berakhir.

Ironisnya, fakta ini terkesan dan patut diduga sengaja ditutupi oleh pejabat berwenang. Buktinya, PPK pernah mrlaporkan bahwa sisa 24 unit rumah kategori rehab berat belum rampung namun serang dalam proses finishing.

Itu pada kategori rehab berat. Belum lagi, kategori rehab ringan dan regab sedang, dimana ditemukan beberapa fakta seperti kontraktor hanya melakukan pengecatan saja, atau mendroping bahan saja tanpa aktivitas fisik apa-apa.*(JoGer/Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.