Malaka, Sakunar — Aparat Kepolisian Resor (Polres) Malaka tidak tinggal diam terhadap dugaan korupsi proyek rumah bantuan pasca bencana seroja senilai 57,5 Miliar Rupiah. Kapolres Malaka, AKBP Rudi J. J. Ledo, SH, S.I.K mengatakan, pihaknya akan tetap menindaklanjuti adanya dugaan penyalahgunaan uang negara tersebut.
Sebagaimana ramai diberitakan media, pelaksanaan proyek rumah bantuan pasca bencana seroja diKabupaten Malaka diduga bermasalah. Pekerjaan rehab 3 118 unit rumah dengan total anggaran 57,5 Miliar Rupiah ini terindikasi dugaan korupsi.
Dugaan adanya tindak pidana penyalahgunaan uang negara dalam proyek bantuan bencana tersebut muncul setelah tim wartawan menemukan fakta-fakta di lapangan. Antara lain, dugaan data penerima bantuan yang dimanipulasi, pekerjaan proyek yang mangkrak, raibnya sejumlah uang dari rekening penerima manfaat, menutupi fakta rumah belum rampung, manipulasi item pekerjaan saat PHO, bagi-bagi jatah kepada pejabat daerah, dan penyalahgunaan wewenang oleh konsultan pengawas.
Terkait adanya dugaan-dugaan tindak pidana korupsi tersebut, beberapa pihak, termasuk Wakil Ketua DPRD meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH), dalam hal ini Kejari Belu dan Polres Malaka segera memberi respon.
Waket 2 DPRD Malaka, Hendrikus Fahik Taek, SH, Minggu (13/08/2023) menilai, APH seharusnya sudah mengambil sikap untuk menjemput bola terhadap kasus ini.
“Ada dugaan bahwa ada masalah dalam proyek ini, yang menyebabkan kerugian negara dan menyusahkan masyarakat. Kita ini tinggal di kampung dan tahu betul bahwa masyarakat mengeluh dan bahwa realisasi pekerjaan di lapangan tidak beres. Jadi dugaannya, ini dugaan, bahwa ada masalah,” ungkap Hendrikus.
Hendrikus menambahkan, secara kelembagaan, DPRD sudah beberapa kali melakukan LKP di tingkat komisi, kemudian RDP dan Pansus sejak tahun 2022. Namun jawaban pemerintah selalu “iya, nanti diperbaiki”. DPRD juga palingan hanya bisa membuat pernyataan di media.
“Jadi kami di DPRD itu tidak diam. Tapi kewenangan kita hanya sebatas kontrol atau pengawasan politik. Sedangkan yang berwenang mengusut ini kan APH, maka kita minta teman-teman APH untuk segera mengambil sikap,” tandas Hendrikus yang pada Pemilu 2024 nanti maju sebagai Calon Anggota DPRD Provinsi NTT dari Dapil Belu, Malaka dan TTU ini.
“Jadi pikiran saya itu sederhana, teman-teman di APH itu sudah harus merespon. Kemudian, pak bupati sebagai kepala daerah sikapnya bagaimana? Karena ini ada dugaan kerugian negara dan merugikan penerima manfaat yang adalah masyarakat Malaka. Ada dugaan kong kaling kong juga,” sambungnya.
LSM anti korupsi, seperti KOMPAK Indonesia, melalui Koordinatornya, Gabriel Goa pun menyampaikan desakan yang sama, bahwa APH harus segera mengambil sikap tegas untuk mengusut kasus dugaan korupsi bantuan kemanusiaan ini.
Gabrial Goa, Sabtu (29/07/2023) mengatakan, APH harusnya memanggil Kontraktor Pelaksana dan PPK untuk diperiksa, karena mereka adalah para pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan dan pelaksanaan proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.
Terkait desakan-desakan tersebut, Kapolres Malaka, AKBP Rudi J. J. Ledo, SH, S.I.K, diwawancarai usai upacara peringatan HUT RI di Betun, Kamis (17/08/2023) mengatakan, pihaknya tidak tinggal diam.
Walau demikian, kata Kapolres, pihaknya masih menunggu koordinasi dari Aparat Pengawas Inrern Pemerintah (APIP).
“Tentunya mengenai itu, yang dikedepankan itu APIP dulu. Jika APIP sudah bekerja, silahkan nanti berkoordinasi dengan APH yang ada,” ujar Kapolres.
“Kalau bilang APH tinggal diam, kayaknya tidak. Kita akan tetap tindaklanjuti, apalagi itu berkaitan dengan penyalahgunaan uang negara. Misalnya indikasinya seperti itu,” lanjut dia.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah NTT, Meridian Dewanta, Kamis (17/08/2023) mengatakan, Polres Malaka ataupun Kejari Belu pasti akan menyatakan belum bisa melakukan proses penyelidikan dan/atau penyidikan, dengan alasan masih menunggu hasil audit dari APIP ataupun lembaga audit yang berwenang lainnya.
“Kami justru menilai bahwa Polres Malaka ataupun Kejari Belu sedari awal sudah bisa melakukan pengusutan atas indikasi penyelewengan dalam pelaksanaan Proyek Pembangunan 3.118 Unit Rumah Bantuan Bencana Badai Seroja itu, khususnya menyangkut raibnya sejumlah uang dari rekening penerima manfaat sebab hal itu bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) sebagaimana diatur dalam 12 ayat 1 dan Pasal 13, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi : “Setiap pegawai negeri atau pihak swasta yang melakukan pungutan liar, dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar”.
Pasal 13 Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi : “Setiap orang yang memberikan, atau menjanjikan uang atau barang kepada pihak yang melakukan pungutan liar, juga dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak Rp 250 juta”.
Terkait raibnya sejumlah uang dari rekening penerima manfaat, maka salah satu Kontraktor Pelaksana Proyek Pembangunan Rumah Bantuan Badai Seroja, Hengki Simu menyatakan dirinya diminta PPK mengambil alih beberapa pekerjaan dari kontraktor yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
Ternyata uang dalam 5 rekening penerima manfaat yang rumahnya diambil alih pengerjaannya oleh Hengki Simu itu sudah berkurang, masing-masing senilai Rp 5 Juta, padahal belum ada realisasi pekerjaan sama sekali.
Hengki Simu mengungkapkan bahwa dirinya sudah menyampaikan soal raibnya sejumlah uang dari rekening penerima manfaat itu ke PPK, dan PPK berjanji untuk melakukan cross cek, namun hingga saat ini tidak ada penyelesaiannya
Oleh karena raibnya sejumlah uang dari rekening penerima manfaat itu termasuk pungli, maka Polres Malaka ataupun Kejari Belu harusnya sedari awal sudah secara gesit melakukan yang namanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap segenap pihak, entah itu pegawai negeri ataupun pihak swasta yang terlibat dalam praktek pungli tersebut.
Praktek pungli terkait raibnya sejumlah uang dari rekening penerima manfaat dalam Proyek Pembangunan 3.118 Unit Rumah Bantuan Bencana Badai Seroja itu sangat valid bukti dan fakta hukumnya, sehingga kami menghimbau agar Polres Malaka ataupun Kejari Belu segera menggelar penyelidikan dan penyidikan melalui Operasi Tangkap Tangan.*(JoGer/Tim)