Gejolak Ikatan Dokter Indonesia Vs Perkumpulam Dokter Seluruh Indonesia

oleh -963 views

Jakarta, Sakunar — Klaim-mengklaim soal eksistensi antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) terus berlanjut. PDSI yang belum sebulan dideklarasikan pendiriannya mengklaim diri syah sebagai organisasi profesi kedokteran. Sementara, IDI mengklaim diri sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter yang syah menurut undang-undang.

Pernyataan IDI ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar IDI dr Moh Adib Khumaidi, SpOT, sebagaimana dikutip dari DetikHealth terbitan Sabtu (30/04/2022).

Ketua Umum Pengurus Besar IDI ini menegaskan, untuk memberikan perlindungan kepada pasien, meningkatkan mutu layanan, dan memberikan kepastian hukum pada masyarakat maka organisasi kedokteran harus tunggal. Standar layanan, etik, kompetensi, dan mutu layanan harus muncul dari satu organisasi profesi.

“Bila organisasi kedokteran lebih dari satu akan berpotensi membuat standar, persyaratan, sertifikasi keahlian, dan kode etik berbeda, membingungkan tenaga profesi kedokteran maupun masyarakat yang merupakan pengguna jasa,” jelas dr Adib.

PB IDI juga meminta kepada seluruh anggota organisasi profesi medis untuk tetap solid, terlebih dengan adanya situasi baru-baru ini mengenai deklarasi organisasi profesi lain di luar IDI.

Sebelumnya, PDSI mendeklarasikan diri sebagai organisasi profesi kedokteran di luar IDI. PDSI resmi dideklarasikan pada Rabu (27/4/2022). Organisasi profesi dokter ini diinisiasi oleh mantan staf khusus (stafsus) dr Terawan Agus Putranto, yakni dr Jajang Edi Priyatno.

PDSI mengaku sudah mengantongi SK Kemenkumham No. AHU003638.AH.01.07.2022 tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia.

“Adapun berdirinya perkumpulan ini adalah dalam memenuhi hak Warga Negara Indonesia dalam berserikat dan berkumpul yang dijamin Pasal 28 UUD 1945 selaku konstitusi tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak kami ini telah diejawantahkan dalam SK Kemenkumham tersebut,” sebut dr Jajang dalam keterangan tertulis, Rabu (27/4/2022).

Selain dr. Jajang sebagai Ketua Umum, jajaran kepengurusan PDSI terdiri dari Wakil Ketua, Prof. dr Deby Susanti Pada Vinski , M. Sc, Ph.D, Sekretaris Umum, dr Erfan Gustiawan, Sp.KKLP, SH, MH (Kes), Wakil Sekretaris, Dr. dr H. Dahlan Gunawan M.Kes, MH, Mars, Bendahara Umum, dr Firman Parulian Sitanggang, Sp.Rad (K) RI, M.Kes, dan Wakil Bendahara: dr. M. Arief El Habibie, MSM. Selain itu, Struktur PDSI diisi oleh Dewan Pelindung, Dr. dr Siswanto Pabidang, SH, MM, Dewan Pengawas, Dr. dr Hendrik Sulo, M.Kes, Sp.Rad dan dr Timbul Tampubolon, SH, MKK.

Baca Juga:  Dihadapan Ribuan Massa Pendukung, SBS Ajak Pilih Paslon Ini Di Pilgub NTT 2024

Terpisah, Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Advokat PERADI, Petrus Selestinus menilai, Klaim IDI sebagai wadah tunggal adalah cerminan sikap congkak dan kuatnya feodalisme dalam IDI.

Menurut Selestinus, dengan mendapat pengesahan Menteri Hukum dan HAM, maka terhitung sejak tanggal 10 April 2022, Organisasi Profesi Dokter Indonesia tidak lagi hanya IDI, melainkan juga PDSI atau Persatuan Dokter Seluruh Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 12, UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, yang mengatur tentang tugas Ikatan Dokter Indonesia sebagai Organisasi Profesi Dokter.

“Di dalam UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan UU No. 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran, bahkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi yang didalilkan, sama sekali tidak melarang atau membatasi lahirnya Organisasi Profesi Kedokteran atau menyatakan hanya IDI sebagai wadah tunggal Ikatan Dokter Indonesia,” kata Selrstinus dalam rilis tertulis kepada media ini, Senin (02/05/2022).

Konstitusionalitas kelahiran PDSI, kata dia, dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Sehingga dengan demikian tidak ada alasan hukum untuk membatasi atau melarang pendirian PDSI, karena baik UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran maupun UU No.13 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran, sama sekali tidak mengatur soal pembatasan atau pelarangan, pendirian Organisasi Profesi Dokter selain IDI.

Semua pihak harus memahami, bahwa setiap Organisasi Profesi dia adalah Perkumpulan Orang-Orang yang dibentuk atau didirikan secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpatisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang syarat dan ketentuannya tunduk pada UU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Baca Juga:  Pilpres Dan Pilkada 2024, KOSGORO Malaka Menatap Lurus

Tunduknya Organisasi Profesi pada UU Ormas, karena Idonesia belum memiliki UU yang secara khusus mengatur soal syarat-syarat pendirian Organisasi Profesi seperti halnya UU Tentang Parpol, Ormas dan Yayasan. UU Ormas mengatur tentang Perkumpulan yang berbasis anggota dan karena itu semua Organisasi Profesi pendiriannya tunduk pada UU Ormas.

“Karena itu jenis kelamin IDI sama dan serupa dengan jenis kelamin PDSI, mereka sama-sama sebagai Ormas berbentuk “Perkumpulan” yang berbasis anggota dan mengkhususkan diri untuk menghimpun orang-orang yang satu profesi yaitu Profesi Dokter dan Dokter Gigi dengan standar tersendiri yang diatur lebih lanjut di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasinya,” demikian Selestinus.

Selestinus berpendapat, kelahiran PDSI, seharusnya disambut dengan gegap gempita terutama oleh Masyarakat dan oleh IDI sendiri. Karena dengan demikian PDSI bisa meringankan beban IDI, Pemerintah dan Masyarakat dalam memikul tanggung jawab sosial membantu Pemerintah di dalam bidang Pembangunan Kesehatan Masyarakat.

Adanya padangan yang keliru dari elit IDI seakan-akan IDI adalah sebagai wadah tunggal Organisasi Profesi Dokter dan menepis PDSI sebagai Organisasi Profesi Dokter dengan memberi lebel LSM, ini adalah bagian dari sikap feodalisme yang akut dalam tubuh IDI, karena selama ini IDI selalu menjaga kemapanan atau status quo dan anti terhadap reformasi dan restorasi.

Pandangan bahwa PDSI merupakan LSM dan IDI adalah Organisasi Profesi, sama sekali tidak mengandung kebenaran karena baik IDI maupun PDSI tunduk pada UU Ormas, yang  merupakan domain Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan UU No. 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Kelahiran PDSI sebagai Organisasi Profesi Kedokteran Indonesia, telah disahkan, berbentuk Badan Hukum Perkumpulan dan diakui Pemerintah dengan fungsi antara lain membantu Pemerintah melindungi Dokter-Dokter dan Masyarakat dalam menghadapi persoalan kesehatan yang semakin kompleks.

Pandangan yang menyatakan bahwa IDI sebagai wadah tunggal Profesi Dokter, dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi, jelas ini manipulasi. Karena Putusan MK dimaksud tidak menyentuh soal IDI sebagai wadah tunggal, akan tetapi yang disoal adalah keberadaan pengurus IDI yang duduk dalam organ Konsul Kedokteran Indonesia/KKI dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia/MKDKI, sehingga dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan.

Baca Juga:  Laka Lena: DPR RI Dukung BKKBN Susun Rencana Aksi Percepatan Penurunan Stunting

Sebagai Organisasi Profesi yang sudah sah karenanya memiliki hak dan kewajiban untuk membina dan membela seluruh Dokter Indonesia baik yang menjadi anggota maupun yang bukan anggota, maka keberadaan PDSI tidak boleh diintervensi atau diganggu gugat oleh pihak lain, kecuali oleh anggota PDSI sendiri sebagai Organisasi Profesi yang berdaulat.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena juga menilai, deklarasi Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) merupakan salah satu hak warga negara dalam berserikat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Karennya, Komisi IX membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran untuk mengakomodasi organisasi lain di bidang kedokteran.

“Tentu mungkin ada semacam revisi atau perbaikan terkait dengan UU Praktik Kedokteran yang kita butuhkan dalam rangka mengatur menjadi payung semua aspirasi masyarakat luas. Dari pemerintah dan juga tentu dari kalangan dokter,” ujar Laka Lena, dikutip dari Republika.co.id, Kamis (28/4/2022).

“Kami berharap agar PDSI yang baru dideklarasikan ini bisa berhubungan baik dan bekerja sama dengan semua organisasi yang sudah ada, yaitu Ikatan Dokter Indonesia dan juga ada organisasi kesehatan lain yang sudah ada, sehingga tetap diletakan pada konteks UU Praktik Kedokteran,” ujar Politisi Partai Golkar ini.

Laka Lena juga meminta, kehadiran PDSI tak dianggap sebagai pesaing dari IDI untuk menjadi tempat para dokter untuk berserikat. Pasalnya, peran dokter sangat dibutuhkan dalam rangka ilmu pengetahuan dan kepentingan masyarakat.

“Dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat luas, kepentingan kedokteran, kepentingan kesehatan, dan tentu untuk perkembangan inovasi, dan juga kemandirian kesehatan kedokteran di tanah air,” ujar Ketua Partai Golkar NTT ini.*(Yan/JoGer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.