LEGITIMASI MORAL DAN POLITIK HASIL PILKADA MALAKA TAHUN 2020

oleh -2,429 views

Oleh: Joao Meko, SH

Penetapan status tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan terhadap Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Malaka oleh pihak Polres Malaka, Sabtu dini hari waktu setempat usai diperiksa selama 8 jam oleh Penyidik, mengingatkan semua orang tentang sirkus politik yang mewarnai proses Pilkada Kabupaten Malaka 9 Desember 2020. Betapa lantangnya ketika itu, sekelompok politisi dan sebarisan birokrat dengan pongah membela diri dengan menipu rakyat Malaka dan khalayak bahwa tidak ada rekayasa apapun terkait pemilih siluman yang diangkat oleh Tim Hukum SBS-WT. Namun hanya berselang beberapa bulan saja, prilaku pongah itu menampakkan dirinya seperti bayi tidak berdosa yang dilahirkan oleh seorang wanita karena melacurkan dirinya namun setelah berpindah kota perempuan itu mengaku diri masih perawan dan orang-orang yang tidak tahu-menahu mengenai rekam jejak wanita itu percaya bahkan ketika wanita itu melintas sebagian saling berbisik mengabarkan kepada yang lain bahwa wanita itu seorang Santa.

Terkuaknya fakta pemalsuan KTP oleh Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Malaka karena telah menggunakan KTP tersebut sebagai alat bukti di Pengadilan, dengan cara memfasilitasi dan memanipulasi data kependudukan dan atau elemen data penduduk, secara hukum salah. Dan perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana yang dimaksud dalam konstruksi hukum Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Seorang Pengacara yang menerima alat bukti dari klien dengan etikad baik untuk membuktikan kebenaran dalilnya di Pengadilan bebas dari tanggung jawab pidana, kecuali dapat dibuktikan bahwa sebelumnya seorang pengacara telah mengetahui adanya manipulasi elemen data kependudukan tersebut namun membiarkan. Atau malah menganjurkan maka Pengacara tersebut dapat dipidana dengan menyimpangi imunitas yang dimiliki seorang pengacara sebagaimana ketentuan UU advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi.

Sebaliknya, jika klien dengan sengaja berniat mengajukan alat bukti yang bersifat manipulatif, mengandung kebohongan serta memalsukan identitas seolah-olah benar kemudian telah digunakan untuk kepentingan pembuktian maka secara hukum perbuatan tersebut menjadi tanggungjawab hukum klien karena perbuatan tersebut secara hukum telah merugikan pihak yang berkentingan langsung dengan pembuktian dipengadilan. Perbuatan klien demikian, juga bermaksud untuk mengakali dan memperdaya seorang pengacara yang membela kepentingannyaa serta mencurangi pengadilan yang terhormat sehingga kerap kali setelah terbukti klien mengajukan dan menyediakan bukti yang dipalsukan, seorang pengacara yang berintegritas biasanya mengundurkan diri
karena hal tersebut menyangkut kehormatan seorang pengacara.

Namun demikian, saya tidak ingin mengomentari lebih mendalam perkara Perdata yang sedang ditangani oleh Rekan Melkianus Contarius Seran S.H.,MH dan Rekan Silvester Nahak. Akan tetapi selaku pegiat hukum, kami terpanggil secara moral untuk memberikan pandangan dan pendapat terkait posisi tersangka sebagai pejabat publik, yang telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memfasilitasi dan memanipulasi data
kependudukan dan atau elemen data penduduk. Hal mana, masih segar dalam ingatan publik dan juga kami selaku mantan anggota Tim Hukum SBS-WT yang mempunyai pengalaman pribadi berinteraksi dan berdialog dengan tersangka pada saat itu, mengenai temuan-temuan kecurangan dan rekayasa pemilih siluman yang nampak sekali terlihat sehingga tidak membutuhkan keahlian khusus untuk mengetahui bahwa Dinas Dukcapil saat itu benar-benar telah menjadi salah mata
rantai konspirasi politik di Pemilukada Malaka 2020.

Dari dialog kami tersebut, tanggapan tersangka selaku Kepala Dinas Dukcapil saat itu,
samar-samar dan abu-abu sehingga pada saat itu kami tidak dapat mendorong
seorang pejabat publik ke lapangan terbuka untuk meneriakan kebenaran namun
sesudah dialog tersebut, kemudian kami membuat pernyataan pers bahwa
Pemilukada Malaka tahun 2020 patut diduga telah terjadi konspirasi yang sempurna.
Pernyataan kami bahwa Pemilukada Malaka patut diduga telah terjadi konspirasi yang
sempurna, saat itu dicibir bahkan terang-terangan ditertawakan oleh sebagian orang
yang menganggap tuduhan Tim Hukum SBS-WT tidak beralasan hukum, apalagi kemudian diruang pengadilan yang diduga terjadi kolaborasi politik dan hukum untuk
mencampakan kebenaran dan keadilan ke tong sampah.

Sebagai seorang pengacara yang telah berpengalaman, saat itu kami sampaikan kepada pasangan SBS-WT bahwa “kita memiliki kebenaran namun dalam perkara ini kebenaran yang kita milikiterselip diantara batu-batu cadas dipegunungan Lakaan yang bisa saja tidak dapat dijangkau oleh tangan aparat penegak hukum karena berbagai alasan”.

Argumentasi analogis yang kami sampaikan kepada pasangan SBS-WT tersebut,
dengan maksud untuk meneguhkan bahwa apa yang dituntut, secara hukum benar
dan beralasan kuat namun untuk memutuskan tuntutan itu benar atau kurang benar
menjadi kewenangan otoritas yudisial yang mewakili negara melalui janji sumpah
jabatannya.

Keyakinan Tim Hukum SBS-WT mengenai kebenaran yang dimiliki terselip diantara batu-batu cadas gunung tersebut, akhirnya hari-hari ini dengan tumpah rua bukti kebenaran yang dahulunya dipendam, kini mengungkapkan dirinya sendiri. Dan ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa seorang pejabat
publik nyata-nyata telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memfasilitasi dan
memanipulasi data kependudukan dan atau elemen data penduduk. Hal mana perbuatan tersebut, jika dikaitkan dengan fakta lain yakni gagalnya masyarakat Malaka melakukan vaksin di era covid-9 yang mengganas atau gagalnya masyarakat miskin menerima bantuan sosial sebagai akibat NIK-nya tidak terdaftar dalam
database. Fakta adanya satu orang warga memegang dua keping KTP dengan nama
yang sama tetapi NIK berbeda atau NIK yang sama ditemukan dalam tiga KTP yang
dimiliki oleh tiga orang yang berbeda. Ini membuktikan dan menegaskan bahwa temuan
pemilih siluman pada Pemilukada Malaka tahun 2020 benar-benar patut diduga merupakan konspirasi yang sempurna. Bukan hanya sebagai pernyataan tanpa makna atau pepes kosong, akan tetapi suatu pernyataan yang berkorelasi langsung dengan legitimasi moral dan politik terhadap hasil Pemilukada Malaka tahun 2020.

Rekayasa tersebut kini terkonfirmasi sehingga rakyat dan siapa saja yang dijamin hak bicaranya oleh konstitusi, sah-sah saja bertanya-tanya apakah pasangan SBS-WT
benar-benar tidak dipilih oleh rakyat? Ataukah SBS-WT dikalahkan oleh konspirasi elit politik tertentu dengan mengorbankan kebenaran dan kehormatan sehingga penilaian positif masyarakat terhadap apa yang disebut menang terhormat dan kalah terhormat itu
patut dipertanyakan, apakah masih mempunyai makna di Malaka? Ataukah rasa politik masyarakat Malaka sudah terlanjur menjadi hambar dan saat ini dirundung rasa politik yang nano-nano atas sebuah kemenangan yang telah dilegalkan sehingga
mulai pesimis dengan pameo mengenai kedudukan dan pangkat yang dari dahulu kala dipercaya dan diyakini sebagai suatu kehormatan karena kedudukan telah menempatkan seseorang pada strata sosial yang terhormat.*

*Penulis adalah Praktisi Hukum, Tinggal di Jakarta. — Isi di luar Tanggungjawab Redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.