Kupang, NTT — Kuasa Hukum Pasangan Calon SBS-WT atas nama Joao Meco, SH akhirnya membuka suara, menanggapi laporan polisi yang dibuat oleh Petrus Tei Seran, yang melaporkan Meco ke Polda NTT dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Menurut Meco, dirinya menyebut nama Petrus Tei Seran dalam kaitan dengan dugaan adanya Pemilih Siluman dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada Malaka, 09 Desember 2020. Joao Meco menyampaikan hal tersebut di hadapan sejumlah awak media dalam Konfrensi Perss yang digelar di On The Rock Kupang, Sabtu (16/01/2021).
“Bahwa mengenai Laporan Polisi Nomor LP/B/15/I/RES.2.5/2021/SPKT, pada Tanggal 15 Januari 2021, dengan Pelapor saudara Petrus Tei Seran, dapat kami memberikan penjelasan dan tanggapan, bahwa terkait Laporan masyarakat dan Tim SBS-WT ke Bawaslu Kabupaten Malaka, substansi yang dilaporkan adalah adanya dugaan DPT yang diterbitkan oleh KPU Kabupaten Malaka memiliki kriteria yang keabsahannya patut dipertanyakan dan perlu ditelusuri lebih lanjut sehingga kami menyebut ketidakjelasan identitas pemilih itu sebagai PEMILIH SILUMAN. Atas dasar itu maka kami menyebut contoh tentang keabsahan pemilih yang siluman itu seperti yang terdaftar dalam DPT atas nama Petrus Tei Seran”, ujar Meco.
Meco mengakui, pihaknya tidak menyebut E-KTP atas nama Petrus Tei Seran adalah palsu namun dari data yang dimiliki berdasarkan DPT dari Tim SBS-WT yang diperoleh pada sidang Pleno KPU tentang DPT tanggal 13 Oktober 2020 disebutkan bahwa pemilih atas nama Petrus Tei Seran telah diterbitkan SKPWNI/5321/29052020/0063 Propinsi NTT, Kabupaten/Kota Kupang, Kecamatan Oebobo, Kelurahan/desa Liliba pada tanggal 29 Mei 2020.
“Sesui aturan kependudukan dan semua orang tentu tahu bahwa tidak akan mungkin terbit SKPWNI pada Tanggal 29 Mei 2020 apabila tidak ada permohonan dari yang bersangkutan. Dan apabila ada permohonan tentu maksudnya sudah jelas dan terang bahwa pemohon memang mengajukan untuk pindah ke Kabupaten lain”, lanjut Meco.
Atas dasar itu, lanjut Meco, Tim Hukum tidak mempersoalkan E-KTP yang saat ini masih dimiliki oleh Petrus Tei Seran, namun yang dipersoalkan adalah jika SKPWNI telah terbit, apakah Petrus Tei Seran masih memiliki hak pilih di Kabupaten Malaka.
“Dan jika saudara Petrus Tei Seran sudah tidak memiliki hak pilih bagaimana KPU Kabupaten Malaka menerbitkan surat undangan atau C6 kepada yang bersangkutan untuk memilih. Pada hal untuk menjadi DPT, KPU telah melaksanakan coklit atas DP4 yang diperoleh KPU Pusat dari Depdagri untuk kemudian didistribusikan kepada KPU Propinsi, dan Kabupaten/ Kota.
“Maka mengenai Laporan Polisi Nomor: LP/B/15/I/RES.2.5/2021/SPKT, pada tanggal 15 Januari 2021 sebagai pengacara yang sering mendedikasikan diri untuk membela beberapa orang yang tertindas secara hukum khususnya hukum pidana maka kami ingin berpesan kepada saudara Petrus Tei Seran bahwa mengingat laporannya tergolong delik aduan maka perlu dikaji kembali laporan tersebut karena jika benar telah mengajukan permohonan pindah Kabupaten maka secara hukum seharusnya sudah ada kesadaran pribadi untuk tidak menggunakan haknya dalam Pemilukada Kabupaten Malaka walaupun ada surat panggilan atau C6 dari KPPS”, tambah Meco.
Meco menilai, jika benar Petrus Tei Seran telah mengajukan permohonan pindah namun masih memegang KTP Malaka apalagi telah menggunakan KTP tersebut maka tidak ada alasan pembenar bahwa yang bersangkutan tidak mengerti hukum. Apalagi, lanjut Meco, latar belakang Petrus sebagai tokoh masyarakat dan cukup berpendidikan sehingga alasan bahwa masih sebagai penduduk aktif di Malaka, bukti E- KTP, Kartu Keluarga, Pasport dan buku tabungan semua masih beralamatkan Malaka sehingga pada saat pencoblosan mendapat undangan dari pihak penyelenggara kemudian haknya digunakan untuk mencoblos karena fakta demikian justru dapat dinilai bahwa dengan sengaja menggunakan hak pilihnya pada hal sudah mencabut berkas tentang kependudukan di Malaka.
“Oleh karena telah mengajukan pindah dan telah terbit SKPWNI dan secara sadar serta sengaja menggunakan hak pilihnya dengan alasan ada surat panggilan dari KPPS maka berdasarkan Asas Fiksi Hukum disebutkan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption iures de iure) dan ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat membebaskan/memaafkannya dari tuntutan pidana”, pungkas Meco.
Sementara, ketika ditanya wartawan tentang maksud mengambil nama Petrus Tei Seran sebagai contoh, padahal masih ada 2 Ribu lebih NIK yang diduga siluman dalam DPT, Meco menjelaskan, bahwa nama tersebut diambil karena yang bersangkutan adalah Tim Pemenangan SN-KT sehingga memperkuat dugaan Tim Kuasa Hukum bahwa ada ‘permainan’ antara KPU Malaka dan Tim SN-KT.
Dihubungi terpisah, Petrus Tei Seran mengatakan, dirinya melaporkan Meco ke Polda NTT karena merasa dirugikan ketika identitas kependudukannya disebut siluman.
“Saya tidak punya maksud apa-apa dengan laporan itu. Saya hanya mau supaya nama baik saya dipulihkan”, ujar Petrus melalui sambungan telepon seluler.
Petrus mengatakan, jika identitasnya sebagai penduduk Kabupaten Malaka diragukan, maka bisa dicek kebenarannya di Dispenduk Kabupaten Malaka dan Dispenduk Kota Kupang. “Silahkan cross ceck, nama saya terdaftar di Dispenduk Malaka atau Kota Kupang”, pungkas Petrus.*(BuSer)