Jembatan Ratenuru 1 Di Nagekeo; Dibangun 2015, Ambruk 2016, Dibiarkan Hingga Kini 

oleh -733 views

Mbay, Sakunar — Jembatan Raterunu 1  di Dusun Keburea, Desa Tendakinde, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo, Propinsi NTT amblas dan patah. Bronjongnya jembatan yang baru berusia sekitar 1 tahun tersebut pun tersapu banjir. 

Informasi yang berhasil dihimpun tim media ini, Jembatan Ratenuru 1 dikerjakan oleh Kontraktor Pelaksana, Kosmas Heng selaku ‘big bos’ CV. Anugerah Cipta Jaya  (ACJ), salah satu anak perusahaan PT. Bina Citra Teknik Cahaya (BCTC).

Kini kondisi jembatan tersebut makin parah dan berbahaya bagi masyarakat pengguna jalan karena ada 2 lubang menganga di bentangan/plat beton jembatan.

Demikian dikatakan mantan Kepala Desa Tendakinde, Ferdinandus Sadha kepada Tim Media ini di Kaburea pada Kamis (1/12/22).

“Jembatan itu dibangun tahun 2015 oleh kontraktor dari Ende, namanya Kosmas Heng. Saya tahu karena beliau datang untuk melapor ke desa bahwa perusahaannya sedang mengerjakan Proyek Pembangunan Jembatan Raterunu 1. Jadi jembatan ini dibangun tahun 2015 dan tahun 2016 sudah ambruk dan miring sampai saat ini,” ungkap Ferdinandus.

Sebelumnya, untuk mencari informasi dan fakta yang lebih detail tentang Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1, Tim Media ini memutuskan untuk kembali ke Kaburea untuk mencari lebih banyak informasi tentang jembatan yang dibangun oleh CV. Anugerah Cipta Jaya  (ACJ) yang beralamat di Jalan Gatot Subroto, Kelurahaan Mautapaga, Kecamatan Ende Tengah, Kabupaten Ende.

Maka untuk ke-3 kalinya, Tim Media ini bergegas dari Kota Ende menuju Kaburea, Desa Tendakinde, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo pada Kamis (1/12/22). Jarak yang harus ditempuh sekitar 200 km. Namun jarak bukanlah halangan untuk mendapatkan informasi yang valid dan akurat.

Setibanya di Keburea, tubuh anggota tim ini terasa pegal-pegal dan capek. Namun itu tidak menyurutkan niat tim media untuk bertemu saksi-saksi pembangunan Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1. Setelah beberapa saat mencari informasi, tim media ini diarahkan untuk bertemu dengan mantan Kepala Desa Tendakinde, Ferdinandus Sadha di kediamannya.

Baca Juga:  Dinas PUPR NTT Segera Kirim Tim Teknik Periksa Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1 

Kepada Tim Media ini, Ferdinandus membeberkan bahwa kontraktor pelaksana pembangunan Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1 berasal dari Kota Ende, yakni Heng Kosmas.

“Waktu itu ada kontraktor dari Ende namanya Kosmas Heng. Beliau datang ke kantor melapor diri di kantor desa dan menyampaikan bahwa di desa saya akan dibangun jembatan,” ungkapnya.

Saat itu, Ferdinandus meminta agar kontraktor pelaksana harus memasang papan proyek.

“Agar kami bisa mencatat kegiatan pembangunan jembatan tersebut di buku registrasi desa,” ujar Ferdinandus.

Ia menduga, ambruknya jembatan yang menghubungkan Kabupaten Nagekeo dan Ende di Lintas Utara Flores tersebut diduga disebabkan oleh kontruksi bangunan jembatan yang rapuh)  dan tidak sesuai Spek (spesifikasi teknis, red) serta bestek (syarat dan ketentuan konstruksi bangunan, red). Sehingga pondasi/abudmen jembatan amblas dan patah setelah diterjang Sungai Keburea yang meluap.

“Saya tidak terlalu mengerti teknis pelaksanaanya, hanya saja setelah dikerjakan sekitar 1 tahun, jembatan tersebut langsung ambruk dan miring. Itu karena pondasi jembatan turun dan amblas karena dikikis oleh air saat banjir tahun 2016,” ujarnya kesal.

Padahal sebelum melakukan pembangunan jembatan tersebut, jelas mantan Kades Tendakinde selama 3 periode itu, Ia sempat memberikan masukan kepada Kosmas Heng selaku kontraktor pelaksana agar galian untuk pekerjaan fondasi atau abudmen jembatan itu harus dalam dan sampai pada tanah dasar (tanah keras, red).

“Namun saat itu, kontraktor tersebut menegaskan bahwa galian dan seluruh pekerjaan yang mereka kerjakan sudah sesuai gambar dan rencana anggarannya sehingga kami sebagai Kepala Desa (saat itu, red) dan masyarakat tidak bisa protes,” ujar Ferdinandus sambil mengelengkan kepalanya.

Sambil menikmati sebatang rokok, Ferdinandus mengungkapkan bahwa Ia menduga ambruknya Jembatan ‘Miring’ Reterunu 1 tersebut akibat kontruksi jembatan yang tidak sesuai Spek dan Bestek.

Baca Juga:  Satgas Anti Korupsi Golkar Minta Kejati NTT Usut Pembangunan Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1   

“Mulai dari kedalaman galian fondasi yang dangkal padahal itu tanah endapan bercampur pasir. Besi beton yang digunakan untuk bentangan jembatan serta material yang digunakan seperti pasir dan agregat/batu pecah yang tak sesua Spek,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, lanjut Ferdinandus, batu bronjong yang digunakan juga terlampau kecil sehingga mudah disapu banjir. “Apalagi galian untuk menanam bronjong dangkal. Padahal bronjong tersebut fungsinya untuk menjaga pondasi jembatan itu sendiri. Kalau kerja asal selesai, yah begitu. Banjir datang langsung amblas,” kritiknya.

Mengetahui ambruknya Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1, Ferdinandus langsung melaporkan peristiwa  dan kondisi jembatan yang ambruk tersebut tersebut kepada Bupati Nagekeo, Elias Djo (saat itu, red). Namun Pemkab Nagekeo tidak bisa mengambil langkah penanganan karena pembangunan jembatan tersebut bersumber dari APBD Propinsi NTT melalui Dinas PUPR NTT.

Setelah mendengar penjelasan dari Bupati Elias Djo, Kades Ferdinan lalu menyurati Dinas PUPR Propinsi NTT. Dinas PUPR NTT lalu mengutus 3 orang teknik untuk memeriksa kondisi Jembatan ‘Miring’ Raterunu 1.

Diduga kuat, Jembatan Raterunu di Kaburea, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo, NTT yang dibangun oleh kontraktor pelaksana, CV. Anugerah Cipta Jaya dikerjakan asal jadi alias tidak sesuai spesifikasi teknis (spek) dan bestek (syarat teknis bangunan, red). Tampak abudmen/pondasi jembatan yang dibangun pada tahun 2015 ini amblas, patah dan sehingga badan jembatan tampak miring.

Seperti disaksikan Tim Wartawan pada di Jalan Lintas Utara Flores dan menghubungkan Ibukota Nagekeo, Mbay menuju Kabupaten Ende tersebut miring ke arah barat. Kemiringan jembatan Raterunu 1 ini sudah tampak dari jarak sekitar 50 meter. Setelah Tim Wartawan mengamati keadaan seluruh jembatan, ternyata kemiringan itu akibat amblasnya abudmen/pondasi jembatan sebelah barat.

Baca Juga:  TPDI Ingatkan Polisi Soal Kasus Pasar Danga Di Nagekeo

Tampak pondasi jembatan bagian barat itu amblas sekitar 50 cm. Akibatnya, pondasi jembatan bagian timur juga patah karena badan jembatan bagian barat amblas mengikuti pondasi jembatan. Pada pondasi jembatan bagian timur ini tampak pecah dengan lebar sekitar 5 cm.

Pada plat beton jembatan tampak 2 lubang mengangga dengan diameter 1 meter dan 50 cm. Dari dua lubang di plat jembatan tersebut, dapat dilihat dengan jelas air yang mengalir di bawah jembatan tersebut. Plat beton jembatan tampak rapuh. Bahkan plat beton tersebut hancur berantakan oleh ujung jari tangan.

Dari plat beton yang hancur di tangan tim media, tak terlihat 1 butir batu pecah. Campuran plat beton jembatan Raterunu 1 itu hanya menggunakan kerikil dari bulat (dengan besaran yang tak beraturan, red) dan pasir kali. Bahkan dari plat beton jembatan tersebut, tim wartawan melihat dan mengambil batu kali sebesar genggaman tangan orang dewasa hanya dengan 2 jari tangan.

Tim wartawan pun mengamati besi beton yang digunakan kontraktor. Ternyata kontraktor menggunakan besi beton 14 ulir dan menyisipkan besi beton 12 banci di bagian tengah plat beton jembatan. Padahal untuk konstruksi plat beton jembatan tersebut, seluruh besi beton yang digunakan harus besi 14 ulir.

Pagar jembatan di sisi utara pun tampak patah. Bahkan tak ada sisanya. Pipa besi pagar dan beton penyangganya pun telah tersapu banjir. Kondisi ini tentu saja sangat membahayakan masyarakat yang melintas karena jembatan tersebut bisa ambruk setiap saat ketika dilintasi kendaraan.

Sementara itu, bronjong pengaman jembatan di sisi selatan jembatan juga telah tersapu banjir. Hanya tampak beberapa meter yang masih tersisa. Dari batu bronjong yang tersisa, tampak mengunnakan batu kali berukuran sedang dan kecil.*(tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.