BETUN, Sakunar.com — Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH, atau yang dikenal luas dengan sapaan Dokter SBS blak-blakan soal polemik pemberhentian dua kepala desa di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu Kepala Desa Umakatahan dan Kepala Desa Maktihan.
Diketahui, dua kepala desa hasil pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak Desember Tahun 2022 tersebut diberhentikan oleh Pemda Malaka pada Selasa, 22 April 2025. Alasan pemberhentian dua kepala desa tersebut adalah dugaan penggunaan ijazah palsu saat pencalonan.
Pemberhentian dua kepala desa tersebut pun memantik reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat. Terbaru, sekelompok massa menggelar aksi demo di Gedung DPRD Malaka pada Senin, 28 April 2025 kemarin. Mereka mendesak agar DPRD memanggil Pemkab Malaka untuk RDP.
Bupati Malaka, sebagaimana dikutip dari radarmalaka.com, Rabu (23/04/2025), telah mengungkapkan secara blak-blakan soal pemberhentian dua kepala desa tersebut.
Bupati Malaka 2 periode ini mengatakan, pemberhentian dua kepala desa tersebut telah melalui proses yang valid, yakni melalui pemeriksaan oleh Inspektorat. Misalnya, untuk kepala desa Maktihan, ijasah yang digunakan untuk mendaftar sebagai bakal calon kepala desa waktu itu palsu karena menggunakan nomor ijasah orang lain.
”Sesuai hasil pemeriksaan Inspektorat, ijasah itu palsu sehingga kadesnya harus diberhentikan karena seorang kades tidak boleh gunakan ijasah palsu untuk pimpin desa sehingga Pemda Malaka memberikan hukuman berat dengan cara memberhentikannya dari kepala desa,” ungkap Bupati Malaka.
Bupati Malaka yakin, keputusan yang diambil Pemkab terkait pemberhentian dua kepala desa tersebut adalah keputusan terbaik bagi yang bersangkutan dan masyarakat di desanya.
Karena itu, Bupati SBS menghimbau agar semua pihak yang punya pendapat berbeda, tidak main hakim sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Sebaliknya, Bupati mempersilahkan pihak-pihak yang punya pemikiran berbeda untuk menempuh jalur hukum, baik hukum tata negara, hukum perdata, maupun hukum pidana.
”Kalau merasa tidak setuju, silahkan tempuh jalur hukum. Kalau itu keputusan TUN silahkan tempuh PTUN. Kalau itu ada kerugian silahkan tempuh peradilan perdata. Kalau itu ada unsur pidana silahkan tempuh prosedur hukum pidana. Tetapi tidak boleh main hakim sendiri. Apalagi mengklaim atau memblokir barang negara, itu perbuatan melawan hukum,” tandas Dokter SBS.*(tim)