Setiap tahun umat Katolik merayakan Jumat Agung untuk mengenang kurban Kristus yang unik. Kurban Kristus ini disebut unik karena “melengkapi dan melampaui semua kurban lainnya”, (Katekismus Gereja Katolik No. 614).
Kurban Kristus ini adalah kurban salib. Maka perayaan Jumat Agung adalah perayaan Sengsara Tuhan, yang mencakupi adorasi (penghormatan) salib. Perayaan ini ditandai dengan karakter khasnya yang penuh rasa sesal dan pertobatan.
Santo Paus Yohanes Paulus II, pada Jalan Salib (Via Crucis) pada Jumat Agung tahun 1991 memaknai perayaan Jumat Agung sebagai bela rasa dengan penderitaan sesama manusia di jaman ini. Ia menekankan, bahwa sengsara dan kematian Kristus tampak pada wajah-wajah orang-orang yang menderita dan ditolak.
“Ketika kita merenungkan kematian Kristus di kayu Salib, pikiran kita beralih kepada ketidakadilan dan penderitaan yang tak terhitung banyaknya, yang memperpanjang penderitaan-Nya di setiap bagian dunia. Saya memikirkan tempat-tempat di mana manusia dihina dan direndahkan, ditindas dan dieksploitasi. Dalam diri setiap orang yang menderita kebencian dan kekerasan, atau ditolak oleh keegoisan dan ketidakpedulian, Kristus terus menderita dan mati,” demikian Santo Paus Yohanes Paulus II.
Namun demikian, orang kudus asal Polandia ini pun menambahkan, bahwa dibalik kurban Kristus itu terbesit harapan akan hidup baru. Sebagaimana kebangkitan Kristus setelah sengsara dan wafatNya di kayu salib.
“Di wajah-wajah mereka yang telah ‘dikalahkan oleh kehidupan’ tampak wajah Kristus yang sedang mati di kayu Salib. Ave, Crux, spes unica! Hari ini juga, dari Salib muncul harapan bagi semua orang”.
Karena itu, Santo Paus Yohanes Paulus II mengajak kita semua untuk memandang Kristus yang tersalib. Ia mengajak kita semua untuk meneladani kerendahan hati dan ketaatan Kristus kepada kehendak BapaNya.
“Lihatlah Dia yang tertusuk! Karena kasih, Dia menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Setia dan patuh pada kehendak Bapa, Dia menjadi teladan dan dorongan bagi kita. Justru karena ketaatan seperti anak ini, Bapa ‘sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama’ (Flp 2:9)”.
Disini, Santo Paus Yohanes Paulus II menekankan beberapa point terkait penderitaan Kristus di kayu salib dan harapan yang muncul dari salib tersebut. Pertama, bahwa Kristus menderita dan matai dalam setiap orang yang menderita kebencian dan kekerasan.
Bahwa Kristua menderita dan mati dalam setiap orang yang ditolak oleh keegoisan dan ketidakpedulian. Pada wajah-wajah mereka yang telah dikalahkan oleh kehidupan, tampak wajah Kristus yang sedang mati di kayu salib.*(berbagai sumber)