Betun, korantimor.com — Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu yang membawahi Kabupaten Belu dan Malaka diminta untuk tidak mendiamkan kasus dugaan PHO paksa Proyek senilai 708 Juta Rupiah di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Malaka.
Proyek dimaksud adalah Paket Pembangunan Pemukiman Transmigrasi UPT Kapitanmeo, yang dikerjakan oleh CV Maha Rani dengan nilai kontrak 708 Juta Rupiah. Paket proyek ini terdiri dari dua item pekerjaan, yakni Pembangunan Fasilitas Umum (Gereja) dan Rehabilitas/ Peningkatan Sarana Air Bersih. Dua item pekerjaan tersebut dijadikan satu paket pekerjaan.
Desakan tersebut disampaikan Praktisi Hukum asal Kabupaten Malaka, Antonius Bria, SH,MH, ketika dikonfirmasi sakunar, Rabu (13/11/2024).
Menurut Antonius, Kejari Belu sudah memanggil dan memeriksa beberapa pihak terkait proyek ini. Namun demikian, hingga kini penanganan kasus tersebut terkesan didiamkan alias tanpa kabar.
Padahal menurut Antonius, kasus seperti ini harus diusut tuntas sehingga tidak menjadi contoh buruk bagi yang lain.
“Memang sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin pekerjaan yang belum selesai tapi dilakukan serah terima. Ini bukan proyek pribadi. Ini pekerjaan yang menggunakan uang rakyat. Maka kejaksaan diminta untuk usut sampai tuntas,” tandas Antonius.
Antonius menambahkan, pekerjaan senilai 708 Juta Rupiah ini mengalami keterlambatan hampir seratus hari, namun tidak diberlakukan denda karena sudah PHO dan pencairan anggaran 100 persen.
Diberitakan sebelumnya, paket pekerjaan tersebut diduga beraroma korupsi lantaran sudah dilakukan serah terima atau PHO dan realisasi anggaran sebesar 100 persen pada 22 Desember 2024. Padahal faktanya, proyek tersebut baru selesai dikerjakan pada akhir Maret 2023.
Informasi yang berhasil dihimpun sakunar.com, dugaan korupsi proyek senilai 708 Juta Rupiah ini sedang diproses Kejari Belu.
Mantan Plh Kepala Dinas Nakertrans Kabupaten Malaka, Seravina Luruk Seran, Selasa (16/04/2024) mengakui adanya proses hukum dari Kejari Belu terhadap kasus ini.
Seravina mengatakan hal itu ketika ditanya terkait penerapan denda keterlambatan kepada kontraktor pelaksana, sebab disatu sisi proyek ini sudah di-PHO dan dicairkan anggaran 100% sekitar 100 hari sebelum pekerjaan rampung.
Menjawab pertanyaan tersebut, Seravina menjelaskan bahwa paket pekerjaan tersebut sedang diproses Kejaksaan Negeri Belu, sehingga dirinya belum tahu pasti soal penerapan denda keterlambatan.
Bertolak dari informasi tersebut, wartawan bergerak ke Kejari Belu di Atambua pada Rabu (17/04/2024), untuk mengkonfirmasi kebenaran informasi terkait adanya proses hukum oleh Kejari Belu terkait kasus ini.
Namun demikian, wartawan tidak berhasil bertemu pejabat berwenang di Kejari Belu karena pejabat bersangkutan sedang melakukan pemeriksaan. Diduga kuat, pejabat Kejari Belu sedang melakukan pemeriksaan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi di Dinas Nakertrans Kabupaten Malalaka ini.*