SOE, Sakunar –– Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu 2024) telah melewati tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Saat ini sedang berlangsung proses rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Walau demikian proses pesta rakyat 5 tahunan ini meninggalkan riak-riak kecil di sana-sini. Di Desa Toianas dan Desa Tumu, di Kabupaten Timor Tengah Selatan, misalnya, tertinggal riak-riak kecil yang menodai indahnya pesta demokrasi.
Di Desa Toianas, Kecamatan Toianas, seorang Caleg DPRD TTS dari PKB, atas nama Melkianus R. Nenometa diketahui menjadi pendamping bagi 2 orang pemilih di TPS 02 Desa Toianas.
Anehnya, 2 pemilih yang didampingi oknum caleg Dapil TTS 3 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini diduga kuat bukan disabilitas, juga bukan anggota keluarga.
Berdasarkan foto formulir Model C3-KPU yang diperoleh sakunar.com, 2 pemilih yang didampingi oknum Caleg Melkianus adalah FB (59 tahun) dan FF (56 tahun).
Ketika dikonfirmasi sakunar.com, oknum Caleg Melkianus Nenometa minta sakunar untuk menghubungi Ketua Panwascam. Sayangnya, Yosep Nenometa, Ketua Panwascam Toianas belum merespon konfirmasi sakunar. Hanya saja, infornasi yang dihimpun sakunar, Yosep adalah bapak kecil (paman) dari sang oknum Caleg.
Demikian juga pengawas TPS, disebut-sebut merupakan anak kandung dari salah satu oknum Panwascam Kecamatan Toianas.
Beda Toianas, beda lagi ceritera di Desa Tumu, Kecamatan Amanatun Utara. Di TPS 01 – TPS 06 Desa Tumu, diduga ada 600 lebih pemilih yang gagal menggunakan hak suara. Hal ini terjadi lantaran, para pemilih yang (maaf) buta huruf ini tidak bisa didampingi, sehingga mengembalikan surat suara dalam keadaan utuh tak tercoblos.
Menurut Thety Tafuli, salah satu caleg DPRD TTS asal desa Tumu, oknum Panwascam diduga membuat pengumuman soal pembatasan Pendampingan bagi Pemilih.
Alhasil, di setiap TPS, terdapat lebih dari 100 suarat suara dikembalikan pemilih dalam keadaan tidak tercoblos.
Sayangnya, Domi Manao, Ketua Panwascam Amanatun Utara belum berhasil dikonfirmasi soal ini.
Ketua Bawaslu Kabupaten TTS, Desi Nomleni, dikonfirmasi sakunar.com, Jumat malam (23/02/2024), mengaku baru mengetahui persoalan di Desa Toianas dan Desa Tumu.
Walau demikian, Ketua Bawaslu merespon baik kehadiran sakunar.com di Kantor Bawaslu, berikut informasi yang dikonfirmasikan.
Terkait hubungan kekerabatan yang bagaitan jaring laba-laba antara oknum caleg di Toianas dengan para pengawas pemilu, Ketua Bawaslu TTS Katakan bahwa pihaknya selalu tegas agar Pengawas Pemilu menjaga integritas.
Sedangkan terkait adanya dugaan pembatasan pendampingan bagi pemilih di Desa Tumu, Ketua Bawaslu bilang ada pasal pidana soal pembatasan hak orang untuk memilih.
“Kami sendiri akan telusuri dan kaji informasi yang tadi disampaikan karena ini bagian dari menghilangkan hak pilih orang, dan ini ada pasal pidananya,” tandas Ketua Bawaslu, ketika dikonfirmasi di Kantor Bawaslu TTS di Kota Soe, Jumat (23/02/2024).
Lantas, bagaimana mengungkap riak-riak Pemilu yang masih tersisa di Desa Toianas dan Desa Tumu?
Ketua Bawaslu TTS katakan, pihaknya bisa menelusuri dan mengkajinya.
Bawaslu TTS juga membuka pintu bagi pengaduan oleh masyarakat dan atau pihak lain yang merasa dirugikan.
Syaraatnya, pengaduan tersebut dapat disampaikan ke Bawaslu TTS paling lambat 7 hari setelah diketahui adanya masalah tersebut.
Selanjutnya, Bawaslu akan mengkaji laporan atau pengaduan tersebut, lalu diteruskan ke GAKKUMDU untuk diproses hukum pidananya.
Terkait ini, penyelenggara pemilu di tingkat TPS, yakni KPPS pada TPS 01 – 06 di Desa Tumu, maupun pihak KPU Kabupaten TTS belum berhasil dikonfirmasi sakunar.com.*****
Pidana pemilu tidak bisa begitu saja menghapus hak pilih /politik masyarakat luas. Ratusan pemilih harus diberi ruang untuk menyalurkan hak pilihnya melalui PSU .Bawaslu harus bijak ,tidak boleh berlindung dengan aturan sudah lewat 7 hari,aturan harus kembali menata pada keseimbangan politik,mari pikirkan solusi terbaik dan adil , tidak harus berlindung pada aturan yg kaku .
Khusus desa TUMU dan TOIANAS ,sudah masuk kategori ,’force major; kejadian luar biasa yg bisa berdampak buruk atau luas bagi masyarakat kedua desa itu . Hal ini sangat merugikan rakyat ,maka dari itu di harapkan kepada Bawaslu untuk tidak terpaku pada aturan 7 hari itu , lagipula yg dirugikan itu Rakyat yg kehilangan hak pilihnya karena kelalaian petugas TPS /tidak seutuhnya memadai pada aturan KPU yg berlaku .maka untuk mengobati sakit hati masyarakat maka harus menentukan jalan keluar yg adil dan merata, kembali pada tanggapan publik mengenai keadilan yaitu memilih ulang (PSU).
UUD no 39/ 1999 tentang HAK asasi manusi harus di ringkas, di pahami secara rasional .terlebih UUD 1945 pasal 22E tentang hak politik masyarakat.
Maka diharapkan kepada penyelegara pemilu yg adil harus merajuk pada UUD 1945 dan UU 1999, bukan tunduk pada aturan yg lebih rendah.
Pidana politik tdk serta merta menghapus hak politik masy yg sudah dinodai pelaksana pemilu. UUD 1945 pasal 22E ttg penegakkan hak politik masy dan UU no 39/1999 (pas 1 da 2) menegaskan hal yg sama, hak politik masy merupakan hak azasi manusia yg harus dijunjung tinggi. Kasus Desa Tumu Kec Amanatun Utara dan Desa Toianas merupakan force mayor yg harus disikapi serius agar tidak berdampak luas ke mana2. Pihak panwas harus melihat hal ini secara arif. Tidak elok kalu hak pilih masy dikorbankan hanya melalui pidana politik. Maka langkah yg bijak dan rasional adalah 1. Buka ruang lewat psu agar hak pilih 600-an masyarakat Desa Tumu mencoblos ulang. Alasan sdh lewat 7 hari setelah masa coblos itu tdk mendasar sebab melanggar HAM sesuai semangat UUD 1945 pasal 22E dan UU HAM no 39 th 1999 pas 43 ayat 1 dan ayat2. Merujuk pd kedua undang2 di atas mestinya alasan sdh lewat 7 hari harus gugur demi hukum. Masa suatu peraturañ/keputusan/undang2 harus mengalahkan UUD1945? Maka saran saya, 1. Usut tuntas peĺaku kejahatan politik di Desa Tumu dan Desa Toianas. 2, Harus buka ruang utk psu agar masy menyalurkan hak politiknya yg sdh dirampas pelaksana pemilu.