Ahli Hukum Pidana Apresiasi Tipikor Polda NTT Periksa PPK Rumah Bantuan Seroja 57,5 M Di Malaka

oleh -1,159 views

KUPANG, Sakunar — Ahli Hukum Pidana asal Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka mengapresiasi langkah Tipikor Polda NTT memeriksa Mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalak BPBD) Kabupaten Malaka, sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek rumah bantuan pasca bencana seroja, Drs. Gabriel Seran, MM.

Diketahui, Drs. Gabriel Seran dan Bendahara BPBD, Jibrael Tae diperiksa Polda NTT, Rabu (27/09/2023), terkait proyek rumah bantuan pasca bencana seroja di Kabupaten Malaka senilai 57,5 Miliar Rupiah.

Terkait ini, Ahli Hukum Pidana asal Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka mengungkapkan, langkah Polda NTT memeriksaan Tipikor Polda NTT ini patut diapreasi dan didukung.

Pasalnya, kata dia, tindakan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara dan masyarakat terdampak, namun juga merusak moralitas dan etika.

“Jika penyidik Polda NTT sudah mulai melakukan penyelidikan maka patut diapresiasi dan didukung, karena korupsi bukan saja merugikan negara dan masyarakat terdampak, tetapi sebagai tanda rusaknya moralitas dan etika,” ungkap Mikhael Feka kepada Tim Wartawan, Kamis (28/09/2023).

Lebih lanjut, Ahli Hukum Pidana, Mikhael Feka ini minta aparat penegak hukum, dalam hal ini Penyidik Polda NTT untuk memeriksa juga oknum-oknum yang diduga menerima aliran dana bantuan rumah seroja.

Mikhael Feka mengatakan, siapapun yang mendapatkan aliran dana secara melawan hukum harus diminta pertanggung jawabannya.

“Siapapun yang dapat aliran dana bantuan rumah seroja harus dimintai pertanggungjawaban pidana. Atau siapapun yang mengetahui adanya penyalahgunaan keuangan tersebut harus memberikan keterangan kepada APH untuk mengetahui siapa aktor dibalik dugaan kasus tersebut,” jelas dosen hukum Unwira Kupang ini.

Mikhael Feka meminta penyidik Polda NTT lebih serius selidiki kasus dugaan korupsi bantuan rumah seroja karena ini sangat merugikan banyak masyarakat korban bencana.

“Korban bencana seroja jangan dijadikan sarana untuk meraup keuntungan bagi segelintir orang. Mereka (korban) sudah jatuh jangan dibikin susah lagi dengan menyalahgunakan keuangan yang diperuntukan untuk membantu meringankan penderitaan para korban Seroja tersebut,” tegasnya

Apabila, kata Mikhael Feka, dalam penggunaan dana Seroja, teenyata ada pihak-pihak yang terbukti merugikan keuangan negara atau daerah dengan tidak memberi kepada yang berhak, maka sudah sepatutnya mendapatkan penalti atau hukuman yang seberat-beratnya.

Feka berharap, penanganan kasus dugaan korupsi proyek rumah bantuan bencana bagi 3.118 warga korban bencana ini berjalan lancar.

“Semoga penanganan kasus ini berjalan lancar demi tegasnya hukum dan keadilan,” papar Mikhael Feka

Diberitakan sebelumnya, PPK proyek rumah bantuan bencana seroja di Kabupaten Malaka, Drs. Gabriel Seran,MM menyebut adanya tim monitoring dan pendampingan proyek rumah bantuan senilai 57,5 Miliar Rupiah tersebut.

Baca Juga:  Plt Kalak BPBD Dan PPK Beda Pendapat Soal Masa Kontrak Proyek Rumah Seroja, Siapa Benar?

PPK yang juga mantan Kalak BPBD mengatakan hal tersebut ketika dikonfirmasi Tim Wartawan, Senin (31/7/2023), terkait keberadaan dana pendampingan seroja senilai 2,8 Miliar Rupiah, yang diduga dibagi-bagikan kepada beberapa pejabat tinggi di Kabupaten Malaka.

“Siapa bilang dana itu dibagi-bagi ke pejabat tinggi Malaka. Jadi, jangan dilihat dari jumlahnya karena dana itu sudah ada posnya masing-masing,” ungkap PPK membantah dugaan dibagi-baginya uang pendampingan tersebut kepada para pejabat.

Pos anggaran yang dimaksud Gabriel antara lain, konsultan perencanaan, konsultan pengawasan, untuk perjalanan penunjang dalam daerah dan luar daerah, ATK, makan-minum, dan honor untuk tim monitoring dan pendamping.

“Jadi memang jumlahnya besar tapi itemnya banyak toh adik. Kemudian, dalam proses pendampingan hanya dinas teknis terkait saja yang terlibat jadi tidak semua dinas,” jelas Gabriel.

PPK melanjutkan, honor yang diberikan kepada pejabat yang masuk dalam Tim Monitoring tersebut pun diberikan sesuai standar. Gabriel pun mengungkapkan, standar honor paling tinggi adalah Bupati Malaka.

“Kita tidak kasih honor sesuai dengan kita punya mau. Saya rasa standar honor paling tinggi itu Bupati yaitu dalam sebulan sekitar Rp 1 juta lebih atau Rp 2 juta. Sedangkan pejabat lainnya itu hanya ratusan ribu,” bebernya.

Selain Bupati Malaka, Gabriel melanjutkan, honor diberikan juga kepada beberapa pejabat yang masuk dalam tim tersebut. Mulai dari Wakil Bupati (Wabup) Malaka, Sekda, Asisten hingga kepala dinas (Kadis).

“Yang paling tinggi itu Bupati. Pak Bupati saja puluhan juta. Itupun ada dua pos dimana sebagai kepala daerah dia punya hak untuk monitoring. Selain itu, Pak Wakil Bupati, Pak Sekda dan para Asisten. Sementara Dinas teknis terkait itu hanya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Bappeda, Keuangan, Inspektorat, Dinas PMD dan Dinas Sosial,” ungkap Gabriel.

Ketika disinggung soal kinerja tim monitoring dan pendampingan, Gabriel menjelaskan, tim monitoring tersebut bekerja secara diam-diam alias senyap. Tim monitoring tersebut bekerja tanpa memberitahukan kepada siapa-siapa.

“Tim itu kalau turun mereka tidak beritahu kepada siapa-siapa. Ya, dalam perjalanan kalau dia mau monitoring kegiatan, silahkan,” kata Gabriel.

Dikonformasi kembali pada Rabu (03/08/2023) terkait keberadaan Tim Monitoring ini, PPK menjelaskan, Tim Monitoring tersebut ada dan dibentuk dengan SK Bupati Malaka.

“SK Tim Monitoring itu ada. SK ditandangani oleh bapak Bupati,” tandas PPK, Gabriel Seran dihadapan Bupati Malaka saat kunjungan ke Motaulun, Rabu (02/08/2023).

Baca Juga:  Beras Brand Nona Malaka, Siapa Yang Punya?

Ketika ditanya soal Tupoksi Tim Monitoring tersebut, PPK menjawab bahwa Tim Monitoring tersebut dibentuk untuk menjalankan tugas memonitiring pelaksanaan kegiatan proyek rumah bantuan seroja di lapangan.

“Tugasnya, mereka melakukan monitoring di lapangan, terhadap pelaksanaan proyek rumah (bantuan, red) seroja,” jelas Gabriel.

Ditanya tentang kinerja Tim Monitoring, yang SKnya ditandatangani Bupati Malaka tersebut, PPK mengakui bahwa selama ini tim melaksanakan tugas pemantauan tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, kata PPK, Tim Monitoring tersebut melaporkan jika menemukan adanya kendala atau persoalan di lapangan terkait pelaksanaan proyek rumah bantuan senilai 57,5 Miliar Rupiah tersebut.

Dikejar soal kepada siapa, tim monitoring bertanggung jawab, PPK menjawab: “Biasanya kalau dilapangan ditemukan kendala, disampaikan ke kami untuk ditindaklanjuti,” jawab Gabriel.

Kepada siapa tim monitoring tersebut menyampaikan laporan jika menemukan kendala? “Pemberitahuan lisan, kalau ada kendala, dan itu kita tindak lanjuti,” kata Gabriel.

Bupati Malaka Soal Kinerja Tim Monitoring

Terkait kinerja Tim Monitoring ini, Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH, MH menegaskan bahwa dirinya melaksanakan tugas monitoring tersebut.

Penegasan tersebut disampaikan Bupati Malaka kepada tim wartawan ketika memantau progress pekerjaan rumah bantuan seroja milik Yosefina Bria di Dusun Lookmi B, Desa Motaulun, Rabu (02/08/2023).

“Saya kunjungi lokasi seperti ini, kalau di wilayah ini (Desa Kleseleon dan Motaulun, red) sudah berulang kali. Kalau di Aintasi kurang lebih 2 sampai 3 kali saya turun. Saya kira Marto (Marto Luan, salah satu kontraktor, red) tahu. Peletakan batu pertama, ada keluhan bahwa kerjanya tidak beres saya turun. Berikut, katanya tembok rubuh juga saya turun. Sekarang saya datang lagi disini,” ungkap Bupati Malaka.

Sekda Malaka Akui Diberi 48 Juta

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malaka, Ferdinand Un Muti, S.Hut,M.Si membenarkan adanya Surat Keputusan (SK) tim monitoring proyek rumah bantuan bencana seroja di Kabupaten Malaka.

“Jadi, hampir semua pimpinan OPD terlibat sebagai tim monitoring, “ungkap Sekda di ruang kerjanya, Kamis (27/04/2023) silam.

Terkait besaran honor, Sekda Malaka mengaku diberikan kepada pejabat dalam tim sesuai golongan atau jabatan.

“Jadi ada yang dapat insentif 2 juta rupiah per bulan dan ada yang 4 juta rupiah per bulan, selama satu tahun, ” jelas Sekda Malaka.

Sekda Malaka mengakui, dirinya sudah menerima uang monitoring selama tiga bulan yaitu dari bulan Oktober senilai 4 juta rupiah, November 4 juta rupiah dan Desember 2022 lalu sebesar 4 juta rupiah.

“Jadi, total dalam tiga bulan itu senilai Rp 12 juta. Dan tiga bulan itu haknya saya,” ungkap Sekda Malaka.

Baca Juga:  Pemkab Malaka Akui Ada Keluhan Dari Desa Tentang Pelayanan Di Bank NTT

Sekda Malaka juga mengaku, dirinya pernah diantari uang senilai 48 juta rupiah untuk pembayaran honornya selama setahun sebagai tim monitoring.

“Dan uang itu saya tolak. Karena saya takut besok lusa ada masalah dan saya tidak bisa mengembalikan uang senilai itu. Kalau 12 juta rupiah mungkin saya bisa kembalikan, tapi 48 juta rupiah saya mau ambil uang dari mana,” tambah Sekda Un Muti.

Sementara, Wabup Malaka dan beberapa pimpinan OPD yang disebutkan PPK belum berhasil dikonfirmasi tim wartawan.

Kinerja Tim Monitoring Jadi Pertanyaan

Informasi yang berhasil dihimpun tim wartawan, terdapat alokasi anggaran sebesar 2,8 Miliar Rupiah untuk mendukung pengerjaan proyek rumah bantuan bencana seroja di Kabupaten Malaka.

Rinciannya, untuk pengawasan dan perencanaan senilai 750 juta rupiah, dan operasional kegiatan senilai 2 Miliar 50 Juta Rupiah.

Keberadaan anggaran untuk pengawasan proyek rumah bantuan tersebut, kemudian adanya tim monitoring dan pendampingan yang melakukan monitoring secara diam-diam alias senyap, menjadi pertanyaan besar bagi tim wartawan yang sedang melakukan investigasi terhadap realisasi proyek di lapangan.

Pasalnya, fakta di lapangan berceritera banyak bahwa realisasi proyek rumah bantuan bencana seroja berbeda dengan laporan PPK proyek tersebut. PPK melaporkan bahwa sampai saat ini masih terdapat 24 unit rumah belum rampung, namun dalam proses menuju tahapan finishing.

Sementara, fakta yang ditemukan tim wartawan dan uji petik Plt Kalak BPBD dan Tim, ditemukan 40 unit lebih belum rampung dikerjakan.

Kondisi rumah-rumah yang belum rampung dikerjakan pun berbeda dengan laporan PPK. Dalam laporannya, PPK menyebut bahwa rumah-rumah tersebut dalam kondisi menuju finishing. Fakta di lapangan, ditemukan 3 unit belum memiliki fondasi, belasan rumah lain baru tahap fondasi, ada baru tahap pemasangan rangka dinding dan rangka atap, ada yang baru tahap pengatapan dan seterusnya.

Pertanyaan besar adalah, apakah laporan yang disampaikan PPK merupakan rangkuman dari lapran tim senyap yang melakukan monitoring? Pertanyaan lain, bagaimana kinerja tim monitoring sehingga masih banyak pekerjaan yang dibiarkan tetap jalan ditempat, padahal tim monitoring adalah pejabat yang digaji negara plus honor monitoring pula?

Seorang tokoh intelek asal Kabupaten Malaka, Kamis (03/08/2023), mengungkapkan, “Klaim melakukan monitoring, entah secara diam-diam atau pun sambil teriak itu tidak penting. Yang terpenting adalah hasil monitoring itu untuk memastikan pekerjaan sesuai spek dan selesai pada waktunya. Jika itu tidak terjadi artinya telah terjadi kegagalan secara berjamaah”.*(JoGer/Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.