Malaka, Sakunar — Tiga pemimpin di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur diduga lepas tangan soal jeritan 3.118 warga korban bencana seroja April 2021.
Tiga Pimpinan daerah dimaksud, yakni Bupati Malaka,Waket 2 DPRD, dan Kapolres Malaka diduga lepas tangan dan saling lempar tangung jawab, ketika dikonfirnasi tim wartawan soal jerintan 3.118 rakyat ini.
Walaupun terindikusi kuat adanya dugaan korupsi, 3 pemimpin di kabupaten Malaka diduga saling melempar tanggung jawab soal kewenangan mengusut dugaan korupsi dimaksud.
Waket 2 DPRD (Legislatif) minta APH dan Bupati merespon keluhan rakyat. Bupati Malaka (Eksekutif) mengaku tidak bisa dipaksa oleh siapapun untuk mengambil kewenangan pihak Yudikatif. Sementara, Kapolres Malaka mengaku menunggu koordinasi APIP.
Diberitakan selama ini, warga korban bencana seroja yang menerima manfaat bantuan rehab rumah sebanyak 3.118 unit mengeluh karena merasa realisasi pekerjaan di lapangan tidak sesuai nilai anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat.
Maria Lidya Luruk dan warga lain di Desa Alkani, Kecamatan Wewiku, misalnya, mengeluh karena pekerjaan yang dilakukan kontraktor hanya pengecatan saja.
Agustina Bano di Desa Sikun mengeluh karena kontraktor hanya mendroping 1 ret pasir dan 10 sak semen sejak 2022 dan tidak pernah tampak lagi batang hidungnya.
Yustina Seuk di Dusun Nataraen B, Desa Naimana juga mengeluh karena kontraktor baru sebatas mendroping batako dan besi beton. Jeritan nenek Yustina menyayat hati karena terpaksa tetap tinggal di rumah reot lantaran bantuan seroja diduga tidak becus kerja.
Tentu masih banyak lagi keluhan dan jeritan, yang jika diuraikan satu per satu akan membuat tulisan ini terlampau panjang.
Terkait ini Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malaka, Hendrikus Fahik Taek, SH, Minggu (13/08/2023) meminta APH dan Bupati Malaka merespon keluhan masyarakat soal realisasi pekerjaan bantuan ruhah seroja ini.
Menurut Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu seharusnya sudah mengambil sikap untuk menjemput bola terhadap kasus ini. Atau kalau Kejari terlalu jauh dari Malaka, seharusnya Polres yang ada di Malaka sudah ambil sikap.
“Ada dugaan bahwa ada masalah dalam proyek ini, yang menyebabkan kerugian negara dan menyusahkan masyarakat. Kita ini tinggal di kampung dan tahu betul bahwa masyarakat mengeluh dan bahwa realisasi pekerjaan di lapangan tidak beres. Jadi dugaannya, ini dugaan, bahwa ada masalah,” ungkap Hendrikus.
Hendrikus menambahkan, secara kelembagaan, DPRD sudah beberapa kali melakukan LKP di tingkat komisi, kemudian RDP dan Pansus sejak tahun 2022. Namun jawaban pemerintah selalu “iya, nanti diperbaiki”. DPRD juga palingan hanya bisa membuat pernyataan di media.
“Jadi kami di DPRD itu tidak diam. Tapi kewenangan kita hanya sebatas kontrol atau pengawasan politik. Sedangkan yang berwenang mengusut ini kan APH, maka kita minta teman-teman APH untuk segera mengambil sikap,” tandas Hendrikus yang pada Pemilu 2024 nanti maju sebagai Calon Anggota DPRD Provinsi NTT dari Dapil Belu, Malaka dan TTU ini.
Ketua Tim Pemenangan SN-KT di Pilkada 2020 ini juga meminta agar Bupati Malaka segera mengambil sikap, mau dibawa kemana kasus ini. Walaupun secara administrasi, kata Hendrik, Bupati Simon Nahak (SN) sudah ambil kebijakan yang tepat dengan menggeser Gabriel Seran dari jabatannya sebagai Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Malaka.
“Semua tahapan di DPRD itu sudah selesai. Tinggal bagaimana Pak Bupati selaku kepala daerah, ini kasus mau diapakan. Saya percaya, bahwa yang mubazirnya masih banyak. Saya yakin ada masalah. Teman-teman media juga sudah menampilkan foto-foto yang menyedihkan. Jadi yang kurang-kurabf itu banyak,” jelas Hendrikus.
“Secara administrasi harus kita akui bahwa Bupati Simon sudah ambil sikap tegas, yaitu menggeser Pak Gab dari jabatannya. Namun lebih dari itu, bupati sebagai kepala daerah harus mengambil sikap tegas, mau dibawa kemana. Karena jelas ada anggaran 60 Miliar lebih namun realisasi dilapangan amburadul sehingga membuat rakyat mengeluh, seperti yang disampaikan melalui teman-teman media. Dan sebagai kepala daerah, bupati harus mengambil sikap tegas,” sambungnya
Terkait ini, Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH, MH, dikonfirmasi tim wartawan usai upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan RI di Betun, Kamis (17/08/2023) mengaku tidak bisa dipaksa untuk mengambil alih kewenangan yudikatif.
“Harus paham bahwa negara ini menganut Trias Politika. Siapapun tidak bisa paksa bupati untuk bertindak ambil kekuasaannya yudikatif. Kan gitu,” ujar Bupati Malaka.
Walau demikian, Bupati Malaka mengaku, dirinya tidak berniat menutup-nutupi kesalahan bawahannya.
“Saya mempersilahkan (proses hukum, red). Karena pertanggung jawaban pidana itu bukan badan hukum atau apa, tetapi kan perorangan. Silahkan go ahead (jalan terus, red). Saya tidak menutup apapun, terserah,” jelas Bupati Malaka.
Bupati mengaku, dirinya bekerja sesuai ketentuan, termasuk melakukan monitoring dan menyerahkan hasil monitoring kepada PPK untuk ditindaklanjuti.
“Bagi saya, memang harus terbuka. Jaman sekarang mau tutup model apapun pasti akan terbuka. Saya silahkan saja. Siapa yang melakukan kesalahan dia bertanggung jawab. Bagi saya, kerja sesuai dengan ketentuan yang ada. Itu kan sudah instruksikan. Hasil monitor sudah diserahkan kepada beliau. Silahkan dikerjakan. Saya kira itu. Saya tidak menutup siapapun,” sambungnya.
Kapolres Malaka, AKBP Rudi J.J Ledo, SH,S.I.K dikonfirmasi tim wartawan usai upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan RI di Betun, Kamis (17/08/2023) mengaku, pihaknya tidak tinggal diam.
Walau demikian, kata Kapolres, pihaknya sebagai APH menunggu koordinasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
“Tentunya mengenai itu, yang dikedepankan itu APIP dulu. Jika APIP sudah bekerja, silahkan nanti berkoordinasi dengan APH yang ada. Kalau bilang APH tinggal diam, kayaknya tidak. Kita akan tetap tindaklanjuti, apalagi itu berkaitan dengan penyalahgunaan uang negara. Misalnya indikasinya seperti itu,” ujar Kapolres Malaka.
“Memang hanya itu yang bisa saya sampaikan. Memang yang dikedepankan itu pekerjaan di APIP dulu,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Malaka, Agustinus Remi Leki, Minggu malam (13/08/2023), menjelaskan, kewenangan APIP untuk melakukan audit adalah terhadap pekerjaan yang nilainya dibawah 1 Miliar Rupiah. Sementara, untuk proyek seroja nilainya diatas 1 Miliar sehingga menjadi kewenangan untuk melakukan audit ada pada Inspektorat Jenderal (Itjen).
“Nilai dibawah 1 Miliar menjadi kewenangan APIP untuk audit. Sesuai juknis, (proyek) Seroja diatas 1 miliar sehingga menjadi kewenangan Itjen,” jelasnya.
Kewenangan APIP dalam proyek seroja, kata dia, hanya sebatas melakukan monitoring.
“APIP hanya melakukan monitoring dan sudah dilakukan beberapa bulan lalu. Hasil menitoring kami sampaikan kepada PPK dan kontraktor untuk ditindaklanjuti,” tandasnya.
Untuk tahu, pekerjaan rehab rumah bantuan bencana seroja di Kabupaten Malaka menghabiskan anggaran dari Dana Siap Pakai (DSP) sebesar 57,5 Miliar Rupiah. Anggaran tersebut digunakan untuk pekerjaan 3.118 unit dengan 3 kategori. Rinciannya, rehab ringan sebanyak 2.110 unit, rehab sedang 399 unit dan rehab berat 509 unit.*(JoGer/Tim)