Sakunar — Penyaluran Dana Tunggu Hunian (DTH) rumah bantuan bencana seroja di Kabupaten Malaka diduga bermasalah. Pasalnya, DTH tersebut seharusnya diterima warga sebesar Rp. 3.000.000 untuk 6 bulan, dengan rincian 500 Ribu Rupiah per bulan. Nyatanya, warga hanya terima Rp. 1.500.000.
Demikian keluhan yang kerap disampaikan warga kepada tim wartawan di lapangan. Warga mengeluh, karena DTH yang diterima tidak genap 6 bulan sebagaimana dijanjikan kepada mereka.
“Kami hanya terima Satu Juta Lima Ratus (Rupiah, red). Awalnya bilang Tiga Juta. Tapi sampai sekarang belum terima lagi,” ujar Arnoldus Seran Klau, warga penerima manfaat di Dusun Laenblidin B, Desa Lamudur, Kecamatan Weliman, kepada tim wartawan, Jumat (04/08/2023).
Arnoldus menjelaskan, uang tersebut diterima di BRI Unit Betun. Arnoldus tidak ingat persis kapan dana tersebut dicairkan, namun itu terjadi tidak lama setelah badai seroja pada April 2021.
“Waktu itu petugas di sana (di BRI,red) bilang terima 1 Juta Lima Ratus dan sisa 1 Juta Lima Ratus lagi. Tapi sampai sekarang tidak terima lagi,” ujarnya.
Pengakuan yang sama disampaikan puluhan warga lain yang sempat ditemui tim wartawan saat investigasi di lapangan.
Persoalan lain yang ditemukan di lapangan terkait DTH adalah, bahwa ada warga yang menerima DTH tetapi kemudian tidak menerima bantuan rumah.
Ini ditemukan di Desa Sikun. Warg korban bencana seroja tersebut adalah Benediktus Bria di Desa Sikun, yang sejak 14 Februari 2023 silam dilantik menjadi Kepala Desa Sikun.
Kepada wartawan di Kantor Desa Sikun, Sabtu (29/07/2023), Benediktus mengaku, dirinya menerima DTH sebesar 1 Juta 500 Ribu Rupiah dan terdata sebagai penerima rumah bantuan bencana seroja.
Namun, ketika warga lain menerima bantuan rumah, dirinya dan keluarga tidak menerima bantuan rumah tersebut. Padahal, kata dia, dirinya dan keluarga juga merupakan korban bencana seroja.
Terkait keluhan warga soal DTH tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang juga mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malaka, Gabriel Seran mengatakan, pengucuran DTH Permanen hanya untuk 1 tahap untuk 3 bulan, yakni Rp. 1.500.000 rupiah.
Sementara, terkait adanya warga yang terima DTH tetapi tidak terima bantuan rumah, Gabriel menjelaskan, hal tersebug terjadi karena hasil validasi kurang dari alokasi anggaran untuk DTH.
“Itu karena DTH itu dialokasikan 528 KK, sedangkan hasil validasi 509 KK, sehingga ada selisih 19 KK. Dan kita ambil dari masyarakat korban seroja yg tercatat di tahap ke dua dengan kategori rehab berat. Sehingga mereka kita kasih bantuan DTH dan rumahnya baru dapat ditahap ke dua,” jelas Gabriel melalui pesan Whatsapp, Jumat (04/08/2023).
Diketahui, Dana Tunggu Hunian (DTH) Permanen adalah bantuan dari pemerintah pusat melalui BNPB untuk masyarakat NTT yang berdampak bencana siklon tropis Seroja, yang rumahnya terkategori rusak berat.
Demikian disampaikan Pejabat Penghubung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Brigadir Jenderal Syahyudi di Kupang, Kamis (29/4/2021). Brigjen Sahyudi mengatakan hal itu ketika
menyerahkan DTH tahap pertama untuk 3 bulan sebesar Rp 7.405.500.000 kepada Gubernur NTT, Viktor Laiskodat.
Menurut dia, DTH diberikan kepada warga yang rumahnya rusak berat, untuk dimanfaatkan selama berada di rumah keluarga atau kerabat sebagai tempat menginap sampai rumah baru selesai dibangun pemerintah.
DTH tersebut, kata Brigjen Sahyudi, diberikan kepada setiap kepala keluarga (KK) yang rumahnya rusak berat selama Rp 500.000 per bulan selama 6 bulan. Artinya, setiap KK penerima harusnya menerima 3 Juta Rupiah.
DTH tahap pertama sebesar Rp 7.405.500.000 yang diserahkan kepada Gubernur NTT, Viktor Laiskodat kala itu disalurkan kepada 10 daerah terdampak badai seroja dan Kabupaten Malaka mendapat alokasi untuk 556 KK.
”Apa yang sudah dikirim harus benar-benar sudah divalidasi dan verifikasi secara jelas. Jangan ada perubahan menyusul kemudian,” kata Pejabat Penghubung BNPB, Brigadir Jenderal Syahyudi kala itu.
“Tahap pertama diberikan selama tiga bulan, setelah itu akan ada tahap kedua, untuk tiga bulan lagi. Kita harap selama enam bulan itu hunian tetap sudah selesai dibangun,” sambungnya.*(JoGer/Tim)