Sakunar.com — Putusan bin ajaib, hukum di Indonesia mulai rusak dengan hal – hal seperti ini. Apakah majelis hakim yang memutuskan perkara ini tidak belajar hukum. Ini menimbulkan pertanyaan apakah ada yang menyuruh membuat putusan seperti itu.
Demikian disampaikan oleh Advokat muda asal Kabupaten Malaka – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yulianus Bria Nahak, SH., MH melalui rilis tertulis yang diterima redaksi Sakunar.com pada tanggal (03/03/2023).
Ini merupakan skenario awal yang dibuat untuk menjadikan pengadilan sebagai salah satu alat legitimasi penundaan pemilu. Ini gugatan perdata kenapa dikaitkan dengan penundaan pemilu. Apalagi terkait dengan gugatan sengketa Verifikasi Partai Politik (Parpol) ini seharusnya menjadi ranah Bawaslu dan PTUN dan bukan kewenangan Pengadilan Negeri.
Kita sebagai publik atau masyarakat berhak bertanya jangan – jangan nanti ujung ujung-nya penundaan Pemilu. Karena kalau Pemilu dilaksanakan sesuai jadwal jagonya oligarkhi akan kalah dan terungkap segala akal bulus dan kebobroknya selama ini yang terjadi.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima ini salah total dan salah kamar, karena Gugatan Partai Prima itu bukan kompetensi jurisdiksi peradilan Umum untuk membatalkan Putusan Tata Usaha Negara yang dibuat oleh KPU sebagai Badan Hukum Publik.
Seandainya Partai Prima memahami hukum, seharunya Partai Prima mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Seandainya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan perkara ini seharunya memaksimalkan untuk memutuskan Perbuatan Melawan Hukum yang diusulkan oleh KPU.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah berkekuatan hukum ini harus dikoreksi oleh Pengadilan Tingkat Banding. Juga Majelis Hakim yang memeriksa dan memutuskan perkara ini harus di periksa Komisi Yudisial atas putusan yang melampaui kewenangannya.
Keputusan KPU adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang hanya bisa dikoreksi melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini dapat menimbulkan gejolak sosial yang luas dan bahaya terhadap masyarakat Indonesia*(NBS)