Jakarta, Sakunar – Pemerintah Belanda telah menyiapkan dana hibah sebesar US $ 25 Juta atau sekitar 375 Miliar Rupiah (dengan kurs rupiah Rp 15.000, red) untuk membangun Jembatan Pancasila Palmerah yang menghubungkan Kota Larantuka (Pulau Flores) dan Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur.
Demikian dikatakan Perwakilan PT. Tidal Bridge Indonesia, Latif Gau yang dimintai tanggapannya per telepon terkait Hasil Rapat Koordinasi Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi, pada Selasa (5/7/2022) di Jakarta. Latif memastikan bahwa dana hibah sebesar Rp US $ 25 Juta atau sekitar Rp 375 Miliar untuk pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah di Flores Timur – NTT telah disiapkan oleh Pemerintah Belanda.
“Pemerintah Belanda sudah siapkan dana hibahnya sebesar US $ 25 Juta. Tapi memang harus dikonkritkan lagi syarat hibah yang diminta oleh pemerintah Belanda. Untuk kriterianya sudah jelas. Tapi apa yang diharapkan Pemerintah Belanda menyangkut dokumen dan komitmen dari pemerintah Indonesia. Itu yang mereka minta,” ujar Latif Gau.
Menurut Latif dana hibah Rp US $ 25 Juta atau sekitar Rp 387 Miliar tersebut bisa dicairkan sekaligus dengan didahulu agreement (persetujuan, red) antara pemerintah Indonesia dan Belanda. “Dana itu bisa segera direalisasikan sekaligus karena duitnya sudah tersedia dan tidak ada masalah sama sekali. Tapi syaratnya mesti ada agreement G to G (Goverment to Goverment) antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. Harus ber-agreement dengan PUPR. Nggak bisa dengan PLN,” tandasnya.
Ia memaparkan, dengan adanya agreement antara pemerintah Indonesia dan Belanda, maka proyek tersebut akan lebih mudah dilaksanakan. “Nah yang mencuat ternyata ada rencana pemberian hibah khusus sebesar 50% untuk pembangunan jembatan. Kalau prosesnya G to G maka PLN siap eksekusi kebijakan pemerintah,” kata Latif.
Latif menjelaskan, dana US $ 25 Juta itu adalah dana hibah bersyarat, yakni hibahnya dikasih tapi jembatannya harus dibangun dan dipasang turbin dengan teknologi yang dikembangkan oleh Belanda. “Dana tersebut akan dicairkan jika persyaratan dan agreement dengan PUPR telah dilaksanakan. Syaratnya yaitu kita kasih grand/hibah itu dengan syarat proyek itu dijalankan,” ujar pria kelahiran Sulawesi Selatan yang memperjuangkan pembangunan jembatan dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) tersebut.
Menurut Latif, hasil rapat yang difasilitasi Menko Maritim dan Investasi dengan lembaga/instansi terkait tersebut, sangat menggembirakan jika dibandingkan dengan rapat-rapat pembahasan rencana pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) sebelumnya. “Memang dari sekian meeting, kayaknya ini yang paling bagus. Karena kelihatan ada solusi yang benar-benar implementable (dapat dilaksanakan, red),” paparnya bersemangat.
Selama ini, lanjut Latif, tidak ada masalah dari Pemerintah Belanda dan Tidal Bridge sebagai pihak yang mendanai pelaksanaan pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah dan PLTAL-nya. “Karena masalahnya selama ini bukan dari kami sebagai pendana karena dananya telah siap. Pemerintah Belanda sudah dorong-dorong terus. Cuman kendalanya dari pemerintah indonesia,” bebernya.
Dengan adanya dana hibah US $ 25 Juta untuk pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, harap Latif, maka akan mempermudah proses/persyaratan dan pelaksanaan pembangunan proyek tersebut. “Karena ada dana grand/hibah lewat G to G maka kelihatannya akan jauh lebih mudah dari segi aturan bagi pemerintah indonesia untuk mengerjakan proyek ini. Karena ternyata B to B (Business to Business/Perusahaan dan Perusahaan, red), ternyata aturannya agak complecated,” jelas Latif.
Latif memaparkan, harga listrik yang ditawarkan oleh Tidal Bridge ke PT. PLN sekitar US $ 9 cent atau sekitar Rp 1.200 per Kwh adalah harga yang murah. “Harga kita itu sudah bagus sekali, kita komit dan jamin bisa bikin kontrak. Kita sudah purpose US $ 9 cent/Kwh dan sebenarnya hanya 8 cent kalau sekitar Rp 1.200. Harga itu tanpa jembatan,” tuturnya.
Kalau dengan jembatan, jelas Latif, harga yang ditawarkan sekitar Rp 1.700/kwh. “Tapi dengan adanya hibah dari Pemerintah Belanda sekitar US $ 25 Juta, harga listrik yang ditawarkan ke PLN (termasuk jembatan, red) hanya sekitar US $ 11 cent. Harga itu sudah jauh sekali dibandingkan BPP (Biaya Pokok Produksi) PLN di wilayah Flores,” ungkapnya.
Latif menjelaskan, rata-rata HPP listrik PT. PLN di daratan Flores sekitar US $ 20 cent. “Apalagi kalau bicara di Adonara, ada 7-8 MW. Dan itu 100 persen disel (PLTD, red). Itu jujur saja BPP-nya sekitar 30 cent atau lebih,” bebernya.
Namun dengan adanya pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah maka HPP listrik PLN di Pulau Adonara akan turun. “Kalau sudah ada jembatannya, kabelnya bisa nyambung ke sana. Jadi PLN tidak perlu bikin tiang lagi karena sudah ada jembatan. Jadi efisiensinya bagus sekali,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marin) melakukan rapat koordinasi dengan berbagai lembaga/instansi terkait untuk membahas tindaklanjut rencana Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) di Kabupaten Flores Timur – NTT. Dalam rapat tersebut PT. Tidal Bridge hanya menawarkan harga listrik sekitar US $ 9 cent atau sekitar Rp 1.200 per Kwh.
Dalam rapat tersebut juga terungkap adanya hibah Pemerintah Belanda sebesar Rp US $ 25 atau sekitar Rp 375 Miliar untuk membiayai pembangunan jembatan tersebut. Karena harga listrik yang ditawarkan Tidal Bridge dari PLTAL hanya US $ 9 cent/Kwh dan dapat diterima oleh PT. PLN maka Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan kembali memasukan PLTAL dalam Rencana Umum Pembangunan Listrik (RUPL) tahun 2022.*(joger/tim)