Malaka, Sakunar — Di beberapa tempat lain, Jenazah pasien Covid-19 dirampas paksa untuk dikuburkan oleh keluarga. Hal ini menimbulkan pro dan kontra. Keluarga yang melakukan hal itu dianggap bersalah karena membayakan nyawanya sendiri dan nyawa orang lain.
Kondisi ini berbalik 100 persen dengan apa yang terjadi di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di sini, Pihak Rumah Sakit dan Keluarga bersepakat baik-baik agar jenazah dimakamkan oleh keluarga. Padahal keluarga sendiri sejatinya ragu-ragu karena yang meninggal terkonfirmasi Positif Covid-19 dengan gejala berat.
Dikutip dari KabarNTT.com, Kamis (22/07/2021), peristiwa tersebut pada Senin (19/07/2021) ketika seorang biarawan yang sedang berlibur di kampung halaman dipanggil Tuhan yang Sang Pencipta.
Salah satu keluarga almarhum, Bruder Salomon Leki, SVD kepada KabarNTT mengungkapkan, Fr. Alfonsius Tae, HHK yang sedang berlibur dilarikan keluarga ke RSUPP Betun, Minggu (18/7/2021) karena sakit. Pihak RSUPP segera melakukan tindakan medis dan mendapati Fr. Alfonsius positf Covid-19 dengan gejala berat.
Karena alasan tersebut, Fr. Alfonsius dimasukkan ke ruang isolasi setelah mendapatkan persetujuan keluarga. Setelah ditangani tim medis, ternyata tidak bisa tertolong, dan pada hari Senin (19/7/2021), dini hari sekitar pukul 02.00 Wita, Fr.Alfonsius meninggal dunia.
Pihak RSUPP Betun menginformasikan kepada keluarga agar menyiapkan kuburan dan peti jenazah. Pada pukul 08.00 Wita tim pemulasaran jenazah sudah selesai melaksanakan tugasnya memandikan dan mempersiapkan jenazah dengan protokol kesehatan, dan keluarga juga sudah membawa peti.
Keluarga menunggu proses penguburan almarhum oleh petugas. Sampai pukul 13.00 Wita petugas belum juga menguburkan jenazah. Terlalu lama menunggu, keluarga dan pihak RSUPP Betun mengambil keputusan untuk membawa sendiri jenazah almarhum yang nota bene korban Covid ke pekuburan keluarga.
Bruder Salomon mengaku sempat mengontak Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, mengadukan kasus ini. Bupati Malaka, kata Bruder Salomon, sudah menanyakan kasus ini ke Kepala Dinas Kesehatan Malaka.
Dari informasi yang didapatnya, kata Bruder Salomon, petugas pengubur jenazah tidak menjalankan tugasnya karena insentif mereka mengubur jenazah sebelumnya belum dibayar.
Keluarga Belum Di-Tracing?
Bruder Salomon, salah seorang anggota keluarga korban mengharapkan agar seluruh keluarga almarhum, terutama yang merawat korban sebelum meninggal dan terlibat dalam rangkaian acara penguburan di-tracing (diteluauri).
Tracing terhadap anggota keluarga korban ini penting karena penguburan jenazah korban dilakukan oleh keluarga sendiri, bukan oleh Satgas Covid-19 dengan mengikuti protokol Covid.
“Kita takutkan keluarga yang lain juga terpapar. Karena itu perlu tracing, sampai sekarang belum juga ditracing”, kata Bruder Salomon.
Salah satu warga Desa Umatoos, Sergius Klau mengaku kaget ketika membaca berita ini. Khususnya terkait permintaan keluarga untuk dii-tracing. “Apakah benar belum dilakukan tracing? Padahal rumah sakit yang jelas-jelas mendiagnosa bahwa almarhum Positif Covid-19? Kalau betul berarti Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan atau Gugus Tugas atau Pemerintah telah lalai. Sebab ini berarti pembiaran. Menbiarkan virus menyebar”, ujarnya.
Sayangnya, pihak RSUPP Betun dan instansi terkait lainnya belum berhasil dikonfirmasi.
Padahal, kata Bruder Salomon, pihak keluarga menunggu petugas untuk melakukan tracing guna memastikan apakah ada keluarga yang terpapar Covid-19 sehingga bisa diambil tindakan lebih cepat.*(BuSer)