Dari Tepian Sungai Babilon Ke Tepian Benenain; Kami Duduk Dan Meratap Sambil Ingat….

oleh -1,144 views

Petrus, Paulus, Maria dan Yasinta berdesak-desakan di tepian Sungai Benenain siang itu. Gerimis yang sekali-kali berubah deras disertai angin kencang terus terjadi. Riak air sungai pun terus menggemuruh merobek nurani. Debit air sungai terus bertambah hingga menyisakan sekian centi meter saja dari badan jembatan. Air sungai dan jembatan pun sesekali saling berbisik dan bercumbu mesra.

Suasana ini menepuk nurani Petrus, Paulus, Maria dan Yasinta, juga ratusan orang lain yang berjejal memenuhi tepian Sungai Benenai. Cumbuan mesra air sungai Benenai dengan badan jembatan bajah itu membuat butiran bening berguguran dari ratusan pasang mata di tepian Benenain. Itulah air mata haru. Haru bukan karena cemburu… haru bukan juga karena bahagia… tetapi haru karena mengingat apa yang sudah pernah terjadi di masa silam. Maka, lebih tepatnya adalah air mata ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan.

Takut, khawatir dan cemas bila apa yang pernah terjadi di masa silam terulang kembali. “Jangan-jangan Tahun 2000 terulang lagi”, ujar Yasinta sambil menyeka air mata dari dua kelopak matanya yang sembab. “Iya…. ini persis waktu itu. Air Sungai bisa saling berbisik dengan badan jembatan. Kemudian jembatan itu luluh dan terjatuh dalam pelukan air sungai”, sambung Maria.

Sementara Petrus dan Paulus terus mengamati badan jembatan yang mulai condong ke bagian gunung. Badan jembatan yang tadinya membentuk sebuah garis lurus kini tidak lagi lurus. Pada bagian tengah jembatan telah terbentuk sebuah sudut. “Badan jembatan pun retak parah dan bukan tidak mungkin akan…. “, kata Maria terputus oleh gemuruh air sungai yang kian menakutkan.

Baca Juga:  Jembatan Benenai Di Malaka Nyaris Putus

“Itu Tahun 2000. Tahun yang tak mungkin terlupakan dalam sejarah, walau jembatan yang rusak sudah dibangun kembali. Tahun kelam yang menghilangkan nyawa puluhan orang yang dibaringkan dalam satu liang lahat. Tahun kelam yang memporak-porandakan Malaka Barat dan Aintasi”, ujar Paulus lirih. Lamunannya melayang pada Malaka Barat yang hancur pasca 2000. Malaka Barat yang mati dan tersekat oleh amukan Benenain.

“Tapi itu sudah lama dan telah menjadi kenangan. Malaka Barat itu sudah hidup kembali. Aintasi itu juga sudah bangkit dan berseri-seri. Sudah berdandan, kini”, kata Petrus. Suaranya tiba-tiba terputus, bak ada sesuatu yang tiba-tiba memenuhi kerongkongannya. Ia diam. Dan situasi pun hening. Tidak ada yang bicara. Hanya gemuruh air sungai dan hembusan angin bertabarakan dengan butiran-butiran hujan.

“Ya….. Malaka Barat dan Aintasi yang mati telah bangkit dan bersolek lagi”, kata Maria terbata-bata. “Itu terjadi di masa itu… masa dimana tanggul penahan dibangun. Masa dimana banjir tidak terjadi lagi karena begitu terjadi, lubang yang lewatnya air meluap langsung disumbat. Sehingga kita punya waktu untuk berdandan dan bersolek. Masa dimana ada yang rela kehujanan untuk diam bersama kita ketika musibah datang sehingga kecemasan kita hilang. Pada masa itu, dia selalu datang ketika musibah ini menimpa kita dan selalu memberikan jawaban yang mampu hilangkan gundah hati kita”, lanjutnya.

Baca Juga:  Belum Sebulan Digunakan, Jembatan Alternatif Benenai Miring Besar Dan Terancam Tak Bisa Dilewati

“Iya Maria… apa masa itu masih ada setelah kita usir dia dari tanah yang telah didandaninya? Apa jawaban yang selalu buat hati kita tenang masih ada ketika dia kita usir ketika sedang berjalan di jalan yang dibangunnya? Apa kata-kata dan senyum yang menenteramkan itu masih ada ketika dia, pemilik kata dan senyuman itu di-sangkal oleh orang-orang yang dikasihinya?”, kata Yasinta sambil tertunduk lesuh.

“Mari kita pulang”, ajak Petrus kepada Paulus, Maria dan Yasinta. Keempatnya pun menyusuri tepian Sungai Benenain. Langkah kaki mereka terus berayun, menapaki pematang yang menyusuri tepian sungai itu. Mencari jalan pulang. Itu yang dilakukan empat kakak beradik itu. Pulang ke kenangan di tahun-tahun sebelum tahun ini. Pulang ke tahun-tahun penuh senyum dan tawa. Tahun-tahun tanpa rasa takut, khawatir dan cemas walau air sungai dan jembatan terus bercumbu mesra. Tahun-tahun dimana hati selalu tenang walau musibah itu datang, karena ada kata dan senyum dia yang rela mandi hujan dan kedinginan untuk mereka yang dikasihi.

Tetapi jalan pulang itu terasa sangat jauh, hingga kaki mereka tak sanggup lagi berayun. Jalan itu tampak sangat sulit mereka jajaki. Hingga mereka kelelahan dan terjatuh di Tepian Sungai Benenain. Dan di tepian Benenain mereka duduk dan meratap. Ya… mereka duduk dan meratap sambil mengingat akan tahun-tahun penuh tawa dan senyum itu…. Tahun-tahun penuh ketenangan dan ketenteraman itu…

Baca Juga:  Warga Malaka Pertanyakan Urgensi Seremoni Pelepasan Tengki Air Bersih Untuk Bantu Korban Banjir

Sama seperti Umat pilihan Tuhan yang duduk dan meratap di tepian Sungai Babilonia. Umat Tuhan yang dihukum karena menyangkali kebaikan dan kemurahan Tuhannya. Umat Tuhan yang ditinggalkan Tuhan karena kebebalan hatinya, sehingga ditaklukkan Bangsa Babel dan dibawa ke Babilon sebagai tawanan. Dan ketika di sana, mereka duduk dan menangis sambil mengingat tahun-tahun penuh tawa dan senyum di Zion. Mereka duduk dan meratap sambil mengingat tahun-tahun dimana Tuhan selalu datang dan tinggal bersama mereka ketika musuh menyerang.

Tetapi mereka bebal hati. Mereka menyangkal DIA yang mengasihi mereka. Mereka mengusir Tuhan dari tengah-tengah mereka dengan perkataan dan perbuatannya yang menyimpang. Maka senyum dan tawa itu tidak ada lagi kini. Kata dan senyum yang menguatkan, menenangkan dan menentramkan itupun tinggal kenangan. Sehingga mereka hanya bisa duduk dan meratap sambil mengingat.

Ya.. dari Tepian Sungai Babilon ke Tepian Sungai Benenenain, kami kini hanya bisa duduk dan meratap. Kami duduk dan meratap sambil mengingat… Dan ini hendaknya menjadi point refleksi untuk berbalik… Dan disadari atau tidak, peristiwa ini terjadi bertepatan dengan moment Paskah, yakni moment kebangkitan menuju hidup baru. Selamat berefleksi dan Selamat Pesta Paskah.*(AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.