Malaka, NTT — Salah satu saksi yang dihadirkan Kuasa Hukum Pihak Terkait dalam sidang sengketa Pilkada Malaka, Selasa (23/02/2021) lalu dinilai melakukan penghinaan dan pembohongan terhadap Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
Hendrikus Bria Seran, demikian nama Saksi tersebut, saat memberikan kesaksian di hadapan persidangan mengaku sebagai masyarakat biasa. Padahal, nyatanya Hendrikus yang hadir untuk bersaksi tentang money politics tersebut adalah seorang ASN aktif di lingkup Pemkab Malaka.
Demikian diungkapkan Tim Kuasa Hukum Pemohon dalam Press Conference yang digelar di Jakarta, Sabtu (13/03/2021). Hadir memberikan keterangan dalam kesempatan tersebut 3 Anggota Kuasa Hukum Pemohon, yakni Maxi Dj. A. Hayer, SH, MH, Nicolas B.B Bangngoe, SH, MH dan Joao Meco, SH.
“Pembohongan telah dilakukan oleh saksi Pihak Terkait atas nama Henderikus Bria Seran dari Desa Leunklot yang bersaksi tentang money politik. Dalam persidangan mengaku sebagai masyarakat biasa. Faktanya Henderikus Bria Seran adalah seorang PNS golongan IIC. Saat ini yang bersangkutan menduduki jabatan sebagai Sekretaris Desa Muke, Kecamatan Rinhat”, ungkap Maxi Dj. A. Hayer.
Karena alasan tersebut, lanjut Maxi, pihaknya mendesak agar Mahkamah Konstitusi (MK) mengabaikan keterangan Hendrikus Bria Seran, yang disampaikan dalam persidangan tersebut.
“Bahwa setelah dikonfirmasi ke Pimpinannya yakni Camat Rinhat, Yulius Bria dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Agustinus Nahak, yang bersangkutan tidak pernah meminta ijin untuk bersaksi di MK. Ini adalah kebohongan dan penghinaan bagi martabat persidangan MK dan MK”, tambah Joao Meco, anggota kuasa hukum lainnya.
Meco manambahkan, penghinaan yang dilakukan saksi yang dihadirkan tentu melibatkan tim Kuasa Hukum Pihak Terkait.
Sementara, Advocat Nicolas B.B Bangngoe, SH, MH menjelaskan, penipuan dalam sidang tersebut juga telah dilakukan oleh orang yang mendampingi saksi Ferdinandus Rame (Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Malaka) dalam pengambilan Janji/Sumpah saksi. Orang yang mendampingi saksi saat pengucapan sumpah bertindak seolah sebagai rohaniawan Katolik. Faktanya, yang bersangkutan bukan rohaniwan.*(BuSer/ Tim)