Kalabahi, NTT — Bulan Desember 2020 lalu, beredar di beberapa media online terkait adanya warga Kabupaten Alor yang diduga terlantar di Kota Batam. Sehingga atas berkat fasilitasi Satgas NTT Peduli, mereka berhasil dipulangkan ke Alor. Hal tersebut kemudian menjadi issue panas gegara pernyataan Satgas NTT Peduli terhadap ormas Himpa Batam yang diduga kontroversi.
Satgas NTT Peduli-Kepri kemudian melakukan klarifikasi terkait penyebutan nama ormas Himka di pemberitaan di Media online. Berkaitan dengan berita yang di muat di media online pada tanggal 16 Desember 2020, yang menyebutkan bahwa Ormas HIMKA tidak jadi mengambil alih masalah pemulangan empat orang anak yang di duga terlantar. Dan kembali di limpahkan kepada Satgas NTT Peduli.
Pihak Satgas NTT Peduli di mintai untuk memberi keterangan atau klarifikasi terkait hal tersebut. Musa Mau yang menjabat sebagai Ketua DPD Satgas NTT Peduli mengungkapkan beberapa hal terkait permasalahan tersebut.
“Pertama: Proses pembahasan dan pengambilalihan anak-anak itu tidak secara resmi terjadi antara organisasi Satgas NTT Peduli dan Ormas Himka, karena tidak melalui surat resmi dan pertemuan resmi antar pengurus DPD,” ungkap Musa.
Musa Mengungkapkan bahwa “pembahasan terkait hal tersebut, hanya terjadi secara lisan yang di diskusikan oleh keluarga dan DPAC Batu Aji bersama salah satu pengurus Himka bernama Ibu Ros Milu selaku Bidang Pemberdayaan Kaum Perempuan di Ormas Himka. Oleh karena itu, kami sampaikan permohonan maaf, karena sudah menyebut nama Himka di Media online,” ucapnya.
“Kedua: Mngenai kata terlantar.
Devinisi kata “terlantar” yang kmi maksud adalah:
- Mereka sudah tidak lagi bersekolah selama beberapa bulan sejak bulan Oktober, yang seharusnya anak-anak seusia mereka berada di lingkungan sekolah, dikarenakan tunggakan disekolah yg cukup besar.
- Mereka, sudah tidak lagi ada bersama orang tua kandung, yaitu Bapak telah meninggal dan mama bekerja di malaysia. Dan Mereka hanya ditampung oleh keluarga dan sudah tidak bisa menikmati kehidupan layaknya anak-anak kecil pada umumnya.
- Mereka juga harus bekerja keras mengurusi kehidupan mereka.
- Hak mereka dari orang tua mereka sudah tidak lagi mereka dapatkan,” tutur Musa.
Ia juga menyebutkan bahwa hal yang di sebutkan dalam beberapa poin tersebut telah di atur di dalam Undang-Undang.
“Hal ini juga tertulis dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang.
Bahwasanya yang di maksud dengan “Anak Terlantar” adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. ini yang menjadi dasar kami untuk menyebut permasalahan ini di dalam kata terlantar,” kata Musa dalam penyampaian klarifikasinya.*(Joka)